۞ Hukum
haidh ۞
(فصل).
قل الحيض : يوم وليله وغالبة ستة أوسبع وأكثره خمسة عشرة يوما بلياليها .
Aqollul Haidhi Yaumun
Wa Lailatun Wa Ghoolibuhu Sittun Aw Sab’un Wa Aktsaruhu Khomsata ‘Asyaro
Yauman Bilayaaliihaa .
Sekurang-kurangnya haid yaitu 1 hari 1 malam dan biasanya 6 atau 7 hari dan
paling banyaknya 15 hari dan malamnya.
أقل الطهر بين الحيضتين خمسة عشرة يوما
وغالبه أربعة وعشرون يوما أو ثلاثة وعشرون يوما ولاحد لأكثرة
.
Wa Aqolluth-Thuhri Bainal Haidhotaini Khomsata ‘Asyaro Yauman Walaa Hadda
Liaktsarihi .
Dan sekurang-kurangnya suci antara 2 haid yaitu 15 hari dan tidak ada batas
untuk banyaknya .
أقل النفاس
مجة وغالبة أربعون يوما وأكثرة ستون يوما.
Aqollun-Nifaasi Majjatun Wa Ghoolibuhu Arba’uuna Yauman Wa Aktsaruhu
Sittuuna Yauman .
Sekurang-kurangnya nifas yaitu sekali meludah dan biasanya 40 hari dan paling
banyaknya 60 hari
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Batasan Waktu darah
Haid
Batas sedikitnya waktu
haid adalah satu hari satu malam.
Jika seorang perempuan
yang mengalami heidl selama satu hari satu malam, maka waktu sucinya dalah dua
puluh sembilan hari, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Batas umumnya waktu
haid adalah enam atau tujuh hari dan tujuh malam.
Jika seorang perempuan
yang mengalami heidl selama enam hari dan enam malam, maka waktu sucinya dalah
dua puluh empat hari, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Jika seorang perempuan
yang mengalami heidl selama tujuh hari dan tujuh malam, maka waktu sucinya
dalah dua puluh tiga hari, jika satu bulannya adalah genap tiga puluh hari.
Batas maksimum waktu
haid adalah lima belas hari dan lima belas malam.
Jika seorang perempuan
yang mengalami heidl lima belas hari dan lima belas malam, maka waktu sucinya
dalah lima belas hari dan lima belas malam, jika satu bulannya adalah genap
tiga puluh hari.
Batasan waktu yang
telah dirumuskan tersebut, batas minimum, keumuman dan maksimum adalah hasil
ijtihan Imam as-Syafi’i dengan menggunakan metode istiqra’ (penelitian lapangan
dan pengamatan secara langsung pada kebiasaan kaum Hawa).
Jika ada darah yang
keluar dari alat kelamin perempuan yang berada di luar batasan-batasan waktu
yang telah dirumuskan tersebut dianggap sebagai darah istihadhah (darah penyakit).
Batasan Waktu darah
Nifas
Sedaikitnya nifas
adalah satu tetes darah.
Batas keumuman nifas
adalah empat puluh hari dan empat puluh malam.
Sedangkan batasan
maksimum nifas adalah enam puluh hari dan enam puluh malam.
Jika ada darah yang
keluar dari alat kelamin perempuan yang berada di luar batasan-batasan waktu
yang telah dirumuskan tersebut dianggap sebagai darah istihadhah (darah
penyakit).
۞ Udzur
Shalat ۞
(فصل ) أعذار الصلاة اثنان : النوم
والنسيان .
A’dzaarush-Sholaati
Itsnaani : An-Naumu Wannisyaanu
Udzur-udzurnya sholat yaitu ada dua : Tidur dan lupa
Syarh atau
Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Shalat Qadha
Waktu Shalat yang lima waktu, subuh, dzuhur, asar, maghrib dan isya, sudah
ditetapkan batas waktunya. Umat Islam dituntut dalam melaksanakan shalat harus
tepat pada waktunya yang telah dibatasi. Shalat yang dilakukan dalam waktunya
disebut sebagai shalat adha’. Namun ada dua sebab yang bisa
diperbolehkannya shalat dilaksanakan di luar waktu yang telah ditentukannya,
atau sholat di luar waktunya, yaitu karena tidur dan lupa. Sedangkan sholat
yang dikerjakan di luar waktunya disebut sebagai sholat qadha.
Tidur atau tertidur
dan lupa adalah yang menyebabkan diperbolehkannya seseorang untuk melaksanakan
shalat di luar waktu yang telah ditentukan atau shalat qadha, dan ia tidak
berdosa.
Pertama, tidur atau
tertidur.
Artinya tidur yang tidak sembarangan dan yang betul-betul lena dan nyenyak
sehingga seseorang tidak dapat bangun tetap pada waktu shalat, maka
diperbolehkan shalat di luar waktunya. Jika seseorang bangun dari tidurnya pada
waktu yang mencukupkan atau memadai untuk melaksanakan wudhu dan shalat, maka
ia diwajibkan untuk sesegera mungkin melaksanakannya agar tidak keluar waktu.
Tapi jika seseorang bangun dari tidurnya pada waktu yang hanya cukup untuk
berwudhu saja, tidak bisa mencakup untuk sekalian shalat, maka ia tidak
diwajibkan melakukannya dengan secara terburu-buru dan tidak wajib mempersegera
melaksadakan shalat qadha, meski ada sisa waktu yang cukup untuk melaksanakan
wudhu dan tidak mencukupi untuk melaksanakan satu rakaat pun.
Etika orang yang
hendak melaksanakan shalat qadha, hendanya seseorang mengdahulukan shalat
qadha-nya dan kemudian baru melaksanakan shalat adha-nya. Semisal, seseorang
yang terlena tidur di waktu dzuhur sampai terbangun dari tidur pada saat sudah
keluar waktu dan memasuki waktu shata Ashar, maka ia harus terlebih dahulu
melaksanakan shalat Dzuhur, kemudian disusul dengan shalat Asahar.
Jika seseorang yang
telah tertidur pada hari Jumat samapi tidak bisa mengikuti shata Jumat, maka ia
harus meng-qadhai dengan cara melaksanakan shalat dzuhur, bukan shalat Jumat.
Sebab shalat Jumat dapat dilaksanakan kalau memenuhi syarat dan rukunnya, di
antara syaratnya adalah harus berjamaah minimal sengan 40 orang jamaah.
Sedangkan qadha merupakan persoalan kasuistik dan udzur, yang tidak mungkin
dilaksanakan secara berjamaan dengan 40 orang. Maka ia harus meng-qadha dengan
shalat dzuhur.
Dalam hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim menyatakan bahwa “Barang
siapa yang tertidur atau lupa sehingga meninggalkan shalat, maka lakukanlah
shalat pada saat terjaga atau pada saat sudah ingat”. Meski demikian, nabi
memberikan peringatan bahwa jika tidurnya tidak sembarangan atau tidak sembrono
tanpa disengaja, maka ia boleh meng-qadha dan tidak berdosa. Sebagaimana hadits
Nabi yang mengatakan bahwa “Tidak ada kesembronoan dalam tidur, yang
mengakibatkan seseorang tidak shalat sehingga masuk waktu shalat yang lain”.
Dengan demikian, jika seseorang tertidur sembarangan, maka ia berdosa tapi
tetapi wajib melaksanakan shalat qadha.
(Peringatan); Banyak
tidur adalah salah satu penyebab yang bisa mengakibatkan orang kaya menjadi
miskin, dan menambah parah atau bertambah kemiskinannya bagi orang yang miskin.
Kedua, lupa.
Artinya seseorang lupa jika ia belum shalat, maka ia diharuskan meng-qadha dan
tidak mendapatkan dosa. Akan tetapi penyebab lupan bukan dikarenakan
kesembronoan atau disebabkan aktifitasi yang sia-sia, seperti maen catur, atau
tidak disebabkan mengerjakan maksiat. Namun jika sebaliknya, lupa disebabkan
mengerjakan sesuatu yang tidak bermanfaat atau mengerjakan maksiat, maka ia
tetap harus mengerjakan shalat qadha tapi ia mendapatkan dosa, sebab
lupa meninggalkan shalat lantaran mengerjakan maksiat atau yang tidak
bermanfaat. Berkaitan dengan hadits yang menjelaskan lupa sebagai penyebab
meninggalkannya shalat sudah disebutkan di atas, dalam pembahasan tidur atau
tertidur sebagai salah satu penyebab meninggalkan shalat.
Shalat qadha bagaikan
hutang yang harus dibayar oleh siapa pun yang menginggalkan shalat pada waktu
yang ditentukan.
۞ Syarat
Sholat ۞
(فصل) شروط الصلاة ثمانية : طهارة
الحدثين والطهارة عن النجاسة في الثوب والبدن والمكان وستر العورة واستقبال القبلة
ودخول الوقت والعلم بفريضتة وأن لايعتقد فرضا من فروضها سنة واجتناب المبطلات .
Syuruuthush-Sholaati
Tsamaaniyyatun : Ath-Thohaarotu ‘Anil Hadatsaini Al-Ashghori Wal Akbari ,
Wath-Thohaarotu ‘Aninnajaasati Fits-tsaubi Walbadani Wal Makaani , Wasatrul
‘Auroti , Wastiqbaalul Qiblati ,Wadukhuulul Waqti , Wal’ilmu Bifardhiyyatihaa ,
Wa An Laa Ya’taqida Fardhon Min Furuudhihaa Sunnatan , wajtinaabul Mubathilaati
.
Syarat-syarat sholat yaitu 8 :
Suci dari 2 hadas yakni hadas kecil dan hadas besar , dan suci dari segala
najis pada pakaian, dan badan, dan tempat , dan menutup aurat , dan menghadap
kiblat , dan masuk waktu , dan mengetahui dengan fardhu-fardhunya , dan bahwa
jangan ia beri’tiqod akan yang fardhu daripada fardhu-fardhu sholat akan sunah,
dan meninggalkan segala yang membatalkan sholat .
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Syarat Shalat
Syarat Shalat ada delapan. Syarat adalah segala sesuatu yang menentukan
ke-sah-an shalat. Sebagaimana rukun. Namun, perbedaannya yaitu syarat adalah
segenap sesuatu yang harus dipenuhi sebelum mengerjakan shalat, sementara rukun
adalah segenap sesuatu yang harus dipenuhi pada saat shalat dilaksanakan.
Kedua-duanya, syarat dan rukun, harus terpenuhi demi ke-sah-an shalat. Jika
tidak dipenuhi salah satunya atau tidak dipenuhi sebagian dari syarat dan rukun,
maka shalat tidak bisa dianggap sah. Karena itu, sah dan tidaknya shalat sangat
tergantung pada terpenuhinya syarat dan rukun yang telah ditentukan.
Syarat shalat yang
pertama, suci dari kedua hadats, yaitu hadats kecil seperti kecing dan berak,
dan hadats besar seperti keluar seperma (mani) akibat bersetubuh suami-istri
atau dengan sebab yang lainnya, seperti bermimpi, dll., yang diharuskan mandi
junub.
Syarat kedua, suci
dari najis dalam pakaian, badan dan tempat seseorang yang melaksanakan
shalat. Yang dimaksud dengan najis tersebut adalah najis yang la yu’fa
‘anhu (tidak bisa dimaklumi menurut syariah).
Tidak sah shalat seseorang dalam keadaan badan, pakaian dan tampat shalatnya
terkena najis. Rasulallah saw bersabda: “Cucilah bekas air kencing, karena
kebanyakan azab kubur itu karena masalah itu.” (HR. Muslim).
Allah berfirman “Dan pakaianmu, bersihkanlah”. QS Al-Muddatstsir 4
Begitu pula hadits yang menceritakan seorang arab badawi yang kencing di dalam
masjid. Rasulullah saw memerintahkan untuk menyiraminya dengan seember air. (HR
Bukhari Muslim)
Perlu diketahui bahwa najis ada empat macam.
Pertama, najis yang tidak dapat dimaklumi (ya yu’fa ‘anhu) menurut syariat baik
menempel di baju atau di dalam air. Najis jenis ini sudah kita kenal bersama,
yaitu najis yang biasa kita fahami, seperti kotoran orang, darah, dll.
Kedua, najis yang dapat dimaklumi menurut syariat baik di baju atau pun di
pakean. Seperti najis yang tidak bisa dilihat dengan penglihatan yang wajar dan
biasa. Artinya dilihat dengan mata telanjang, tanpa menggunakan alat pembesar,
seperti Miskroskup, dll.
Ketiga, najis yang tidak dapat dimaklumi menurut syariat jika menempel dalam
pakean tapi dimaklumi (ma’fu) jika berada di dalam air, seperti darah yang
sedikit. Karena darah sedikit dapat dengan mudah dihilangkan dengan air. Dan
jika menempel di baju, akan mengerahkan tenaga dengan susah payah
menghilangkannya dan akan bisa jadi merusak baju akibat terus terusan dibasuh.
Termasuk jenis najis tersebut juga adalah sisa-sisa istinja (bersuci dengan
menggunakan batu), maka dimaklumi atau dimaafkan jika masih ada di badan dan
pakean, meskipun sisa-sisa tersebut terbasahi oleh keringat dan terbawa
mengalir dan mengenai pakean. Tapi sisa-sisa istinja tersebut tidak bisa
dimaklumi jika berada di dalam air.
Keempat, najis yang dimaklumi jika ada di dalam air, tapi tidak dimaklumi jika
menempel di pakean. Jenis najis tersebut seperti bangkai binatang yang tidak
memiliki darah yang mengalir, seperti Kutu (Tuma), sehingga jika seseorang
dengan sengaja pada saat shalatnya membawa Kutu di dalam pakeannya maka
shalatnya batal, alias tidak bisa dianggap sah. Termasuk dalam jenis najis
tersebut adalah pantatnya burung yang terdapat najis yang menempel dan burung
tersebut jatuh ke dalam air, maka burung tersebut tidak bisa dikatakan
menajiskan air. Dengan kata lain airnya masih dianggap suci. Akan tetapi
berbeda dengan pantan manusia. Jika seseorang yang pantatnya terkena najis,
maka shalatnya tidak sah.
Menurut Imam as-Syihab
ar-Ramly bahwa batasan sedikit dan banyaknya najis dapat diketahui menurut
pandangan umum (‘urf), yang menyatakan bahwa jika najis tidak susah terdeteksi
dan susah dihindarinya maka termasuk najis yang sedikit (qalyl), jika lebih
dari itu (baca, mudah terdeteksi, jelas dan mudah untuk dihindarinya) maka
termasuk najis yang banyak (katsir). Sebab pada dasarnya najis sedikit yang
dapat dimaklumi oleh syariat (ma’fu ‘anhu) adalah karena susah untuk dihindari
(ta’adzuri al-ikhtiraz). Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa batasan
banyaknya najis adalah batasan dimana seseorang dapat melihatnya dengan jelas
tanpa mengangan-angan, memikirkan dan menelitinya.
Yang Dimaafkan Bagi Orang Shalat:
jika pakaian dan tempat shalatnya terkena tanah atau debu jalanan yang
bercampur kotoran binatang
jika ada darah atau nanah dari borok/koreng atau bisul yang keluar di waktu
shalat
jika terkena kotoran lalat, kencing kelelawar dan darah istihadhah diwaktu
shalat
jika terkena sedikit dari cipratan darah selain darah anjing dan babi di
pakaian atau badan
Syarat shalat yang
ketiga, menutup aurat. Batasan menutup aurat dengan sekiranya kulit seseorang
tidak dapat dilihat oleh mata orang lain. Ada perbedaan batasan aurat dalam
shalat bagi laki-laki dan perempuan. Batasan aurat bagi laki-laki yang wajib
ditutup adalah anggauta badan di antara pusar sampai dengan lutut. Sedangkan
aurat bagi perempuan yang wajib ditutup adalah sekujur tubuhnya kecuali wajah
dan kedua telapak tangannya.
Orang yang hendak melaksanakan shalat harus menutupi auratnya, meski shalat di
kegelapan malam atau berada di tempat yang sepi. Dan disunahkan bagi seorang
yang melaksanakan shalat dengan menggunakan pakaian yang terbaik yang
dimilikinya.
Syarat shalat yang
keempat, menghadap Kiblat.
Kewajiban menghadap Kiblat pada saat seseorang melaksanakan shalat berdasarkan
ayat al-Quran yang memerintahkan menghadap Kiblat. Sebagaimana Allah berfirman;
قَدْ نَرَى
تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
“Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami
akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjid al-Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat
dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan”. (QS. Al-Baqarah : 144).
Dalam ayat tersebut
Allah telah memerintahkan lebih dari satu kali memerintahkan kita untuk
menghadap kiblat. Dan ayat tersebut dipertegas dengan ayat yang lain,
sebagaimana Allah berfirman;
وَمِنْ
حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِنَّهُ
لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ, وَمِنْ
حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا
كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ
حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي
وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan dimana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjid
al-Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu.
Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan darimana
saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram. Dan dimana
saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak
ada hujjah manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang dzalim di antara mereka.
Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaKu. Dan agar
kesempurnaan nikmatKu atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”.
(QS al-Baqarah ayat 150)
Ada sebuah ungkapan
kaidah yang mengatakan bahwa “kullu syain mustasnayatun” (Setiap sesuatu ada
pengecualiannya).
Sebagaimana dalam persoalan menghadap Kiblat, ada dua keadaan yang mana seorang
yang melaksanakan shalat diperbolehkan untuk tidak menghadap Kiblat ;
Pertama, keadaan seseorang yang teramat mencekam dalam bayang-bayang ketakutan
(syadzid al-khauf). Seperti kondisi peperangan, dimana jika memaksakan kehendak
untuk berusaha menghadap Kiblat, maka akan tertangkap basah oleh musuh dan
nyawa pun akan melayang, kondisi seperti inilah yang membolehkan seseorang
shalat tidak menghadap Kiblat.
Allah berfirman: “Maka jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka (sholatlah)
sambil berjalan atau berkendaraan” al-Baqarah 239
Ibnu Umar ra berkata tentang tafsir ayat ini, “Jika rasa takut melebihi itu,
maka mereka boleh shalat sambil jalan kaki atau berkendaraan dengan menghadap
kiblat maupun tidak menghadap kiblat”. (HR. Bukhari)
Kedua, shalat sunah yang dilaksanakan dalam kondisi bepergian yang
diperbolehkan menurut syariat. Dengan kata lain, perjalanan tidak dalam keadaan
atau demi mencapai tujuan yang bernuansa maksiat.
Boleh sesorang tidak menghadap kiblat dalam shalat jika dalam keadaan sangat
takut atau bahaya (perang dan sebagainya).
Sedang jika dalam perjalanan (berkendaraan) boleh tidak menghadap kiblat ketika
shalat sunnah. Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar
ra, ia berkata: “Rasulullah saw pernah shalat di atas kendaraannya sesuai
dengan kendaraannya mengarah.” (HR Bukhari). Dari hadist ini kita bisa
memahami bahwa jika ingin melakukan yang fardhu, Rasulallah saw turun dari
kendaraannya lalu menghadap kiblat.
Kesimpulannya menghadap kiblat adalah syarat sahnya shalat, maka ia tidak gugur
kecuali dalam keadaan sangat takut (bahaya) dan saat shalat sunah dalam
bepergian sebagaimana telah disebutkan.
Ketahuilah bahwa terdapat empat derajat kiblat, sesuai dengan kadar dan cara
mengetahui eksistensinya, yaitu ;
Pertama, seseorang yang benar-benar melihat dan mengetahui secara langsung
Kiblat.
Kedua, mengetahui Kiblat dari informasi seorang yang dapat dipercaya, seperti
ia mengatakan; aku melihat sendiri Kiblat.
Ketiga, mengetahui Kiblat melalui ijtihad.
Dan keempat, mengetahui Kiblat melalui taklid pada mujtahid.
Syarat shalat yang
kelima, masuk waktu.
Mengetahui masuknya waktu secara yakin benar-benar mengetahui secara persis,
atau dengan praduga (dzan) melalui ijtihad yang sungguh-sungguh.
Ada tiga tingkatan dalam mengetahui masuknya waktu shalat.
Pertama, mengetahui sendiri secara langsung, atau mengetahui dari informasi
seseorang yang dapat dipercaya, atau melihat petunjuk Bencet yang benar dan
tidak rusak, atau mengetahui melalui petunjuk bayang-bayang matahari, atau jam
dan Kompas. Termasuk juga adzan seorang muadzin termasuk petunjuk yang dapat
mengetahui masuknya waktu shalat.
Kedua, ijtihad melalui penggalian al-Quran, belajar, mengkaji ilmu, atau menganalisa
melalui fenomena alam, seperti kokok Ayam di pagi hari. Harus diteliti apakah
kokok ayam telah menunjukkan waktu subuh sudah masuk atau belum. Maka tidak
boleh mengikuti kokok ayah dengan tanpa diteliti dan berijtihan terlebih
dahulu.
Ketiga, taklid pada seorang mujtahid. Maka jiaka seseorang mampu berijtihan
sendiri, maka tidak boleh mengikuti ijtihan orang lain. Dengan syarat ia dalam
kondisi dapat melihat. Sementara bagi orang yang buta harus taklid pada
mujtahid, meski ia sebenarnya mampu berijtihad. Karena kebutaannya itu lah
sehingga mengakibatkan ia tidak mampu meneliti secara komprehensip dan seksama
atas sesuatu.
Syarat Shalat yang
keenam adalah mengetahui kefardhuan shalat. Artinya bahwa shalat lima waktu itu
diketahui dan diyakini sebagai shalat yang wajib dilaksanakan bagi seluruh umat
Islam.
Syarat shalat yang
ketujuh adalah tidak meyakini shalat fardhu sebagai pekerjaan yang disunahkan.
Syarat shalat yang
kedelapan adalah menjauhi segala sesuatu yang membatalkan shalat.
۞ Jenis
Hadast dan Batas Aurat ۞
الأحداث اثنان : أصغر وأكبر .
فالأصغر ماأوجب الوضوء . والأكبر ماأوجب الغسل
Al-Ahdatsu Itsnani :
Ashghoru Wa Akbaru , Al-Ashghoru MaaAwjabal Wudhuua Wal Akbaru Maa Awjabal
Ghosla .
Hadats ada dua, hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil mewajibkan wudhu.
Sedangkan hadas besar yang mewajibkan mandi.
العورات أربع : عورة الرجل مطلقا
والأمة في الصلاة ما بين السرة والركبة .
Al-’Aurootu Arba’un : ‘Auroturrojuli Muthlaqon Wal Amati Fishsholaati Maa
Bainassurroti Warrukbati , Wa ‘Aurotul Hurroti Fishsholaati Jamii’u Badanihaa
Maa Siwal wajhi Wal Kaffaini Wa ‘Aurotul Hurroti Wal Amati ‘Indal Ajaanibi
Jamii’ul Badani Wa ‘Inda Mahaarimihaa Wannisaai Maa Bainassurroti Warrukbati .
Batasan aurat terdapat empat macam. Pertama, aurat laki-laki secara
mutlak, baik dalam shalat atau di luar shalat, dan budak pada saat shalat
adalah anggota badan di antara pusar sampai dengan lutut. Kedua, aurat
perempuan merdeka pada saat shalat adalah sekujur badan kecuali wajah dan kedua
telapak tangan. Ketiga, aurat perempuan merdeka dan amat (budak) pada saat
di hadapan laki-laki lain adalah seluruh badannya. Dan keempat, aurat
perempuan merdeka dan amat pada saat di hadapan mahramnya atau di hadapan
peremuan lain adalah anggauta badan di antara pusar sampai dengan lutut.
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Hadats ada dua, hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil adalah hadas yang
telah mewajibkan wudhu, seperti kentut. Sedangkan hadas besar adalah hadas yang
mewajibkan mandi, seperti Junub, haid, nifas, dan melahirkan.
Rasulullah saw
bersabda,”Allah tidak menerima shalat tanpa thaharah (bersuci) dan shadakah
dari hasil menipu”.(HR. Muslim)
Batasan aurat terdapat
empat macam.
Pertama, aurat laki-laki secara mutlak, baik dalam shalat atau di luar shalat,
dan budak pada saat shalat adalah anggota badan di antara pusar sampai dengan
lutut.
Kedua, aurat perempuan merdeka pada saat shalat adalah sekujur badan kecuali
wajah dan kedua telapak tangan.
Ketiga, aurat perempuan merdeka dan amat (budak) pada saat di hadapan laki-laki
lain adalah seluruh badannya.
Dan keempat, aurat perempuan merdeka dan amat pada saat di hadapan mahramnya
atau di hadapan peremuan lain adalah anggauta badan di antara pusar sampai
dengan lutut.
Sesuai dengan hadist
yang diriwayatkan dari al-Miswar bin Makhramah, ia berkata: “Aku pernah
menghadap batu yang sangat berat untuk membawanya sedang saat itu aku memakai
sehelai sarung yang ringan dan tipis. Lalu sarung yang aku pakai itu
terlepas dariku tapi aku tidak bisa meletakkan batu itu dan harus terus
membawanya sampai ke tempatnya. Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Kembalilah
ke pakaianmu (sarungmu), pakailah ia dan janganlah kamu berjalan sambil
telanjang.” (HR Muslim).
Allah
berfirman: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap mesjid”
QS. al-’Araaf 31. Yang dimaksud dengan perhiasan dalam ayat ini adalah pakaian
yang menutup aurat di setiap akan shalat.
Dari Aisyah ra, Rasulallah saw bersabda: “Tidak sah shalat seorang wanita yang
sudah mendapat haidh kecuali dengan memakai khimar” (HR Abu Dawud,
at-Tirmidzi). Yang dimaksud dalam hadist ini adalah kewajiban menutup
aurat berlaku bagi setiap wanita yang sudah baligh sebagimana berlaku
untuk laki-laki yang sudah baligh.
Batas aurat laki laki dalam shalat yaitu wilayah antara pusar dan lutut. Sesuai
dengan hadist yang diriwatkan dari Jarhad al-Aslami ra, Rasulallah saw
bersabda: “Tutup pahamu, sesungguhnya paha itu aurat” (HR Abu Dawud,
at-Tirmidzi).
Hadist lainnya Rasulallah saw bersabda: “Aurat laki-laki antara pusar dan lutut”
(HR ad-Darquthni, al-Baihaqi)
Batas surat perempuan yang wajib ditutup ialah seluruh badannya, kecuali muka
dan dua tangan.
Allah berfirman: “dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak daripadanya” QS an-Nur 31. Yang dimaksud batas-batas aurat
dan perhiasan yang harus dan tidak harus dibuka menurut Ibn Abbas, muka dan dua
tapak tangan (al-Baihaqi)
Rasulallah saw bersabda: “Janganlah wanita yang berihram memakai niqab (cadar)
dan janganlah memakai sarung tangan”. (HR Bukhari). Hadist ini mengandung arti
bahwa wajah dan telapak tangan bukanlah aurat bagi wanita, makanya tidak
diharamkan membukanya. Karena kedua anggota ini (wajah dan telapak tangan)
sangat dibutuhkan bagi wanita dalam proses mengambil dan memberi sesuatu dalam
pekerjaan yang bersangkutan dengan hidupnya, lebih lebih kalau tidak ada orang
lain yang bisa membantu kehidupannya
Batas aurat hamba sahaya (budak wanita) seperti batas aurat laki laki merdeka
yaitu antara pusar dan lutut.
Dari Umar bin Sya’bi dari ayahnya dari kakeknya, Rasulallah saw bersabda: “Jika
salah seorang di antara kalian menikahkan hamba sahaya atau pembantunya, maka
jangan sekali-kali ia melihat sedikit pun apa yang ada di bawah pusar dan di
atas lutut” (HR Abu Dawud, ad-Darquthni, al-Baihaqi)
۞ Rukun
Sholat ۞
(فصل ) أركان الصلاة سبعة عشر : الأول
النية ،الثاني تكبيرة الإحرام ، الثالث القيام على القادر في الفرض ،الرابع قراءة
الفاتحة ، الخامس الركوع ، السادس الطمأنينة فية ، السابع الإعتدال ،الثامن
الطمأنينة فيه ، التاسع السجود مرتين ،العاشر الطمأنينة فية ، الحادي عشر الجلوس
بين السجدتين ، الثاني عشر الطمأنينة فية ،الثالث عشر التشهد الأخير ،الرابع عشر
القعود فيه ،الخامس عشر : الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ،السادس عشر السلام
،السابع عشر الترتيب .
Arkaanushsholaati
Sab’ata ‘Asyaro : Al-Awwalu Anniyyatu , Ats-Tsaani Takbiirotul Ihroomi ,
Ats-Tsaalitsu Al-Qiyaamu ‘Alal Qoodiri , Ar-Roobi’u Qirooatul Faatihati ,
Al-Khoomisu Ar-Rukuu’u , As-Saadisu Aththuma’niinatu Fiihi , As-Saabi’u
Al-’Itidaalu , Ats-Tsaaminu Aththuma’niinatu Fiihi , At-Taasi’u Assujuudu
Marrotaini , Al-’Aasyiru Aththuma’niinatu Fiihi , Al-Haadi ‘Asyaro
Aljuluusu Bainassajadataini , Ats-Tsaani ‘Asyaro Aththuma’niinatu Fiihi
Ats-Tsaalitsu ‘Asyaro Attasyahhudul Akhiiru , Ar-Roobi’u ‘Asyaro Alqu’uudu
Fiihi , Al-Khoomisu ‘Asyaro Ashsholaatu ‘Alannabiyyi Shollallaahu ‘Alaihi
Wasallama Fiihi , As-Saadisu ‘Asyaro Assalaamu , As-Saabi’u ‘Asyaro
Attartiibu .
Rukun-rukun Sholat
yaitu 17 : Yang pertama niat , yang kedua takbirotul ihrom ,
Yang ketiga berdiri atas orang yang mampu , Yang keempat
membaca Fatihah , Yang kelima ruku’ ,
Yang keenam tuma’ninah di dalam ruku’ ,
Yang ketujuh i’tidal , Yang kedelapan tuma’ninah di
dalam i’tidal , Yang kesembilan sujud 2 kali ,
Yang kesepuluh tuma’ninah di dalam sujud ,
Yang kesebelas duduk antara 2 sujud , Yang kedua
belas tuma’ninah di dalam duduk antara 2 sujud , Yang ketiga
belas tasyahhud akhir , Yang keempat belas duduk di dalam
tasyahhud akhir , Yang kelima belas sholawat atas Nabi SAW
, Yang keenam belas salam , Yang ketujuh
belas tertib
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Rukun Shalat
Rukun shalat ada tujuh belas. Pertama, niat. Tempat niat adalah di hati. Dan
niat dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan pertama dalam shalat, yaitu
takbirat al-ihram. Sedangkan melafadzkan niat dengan lisan adalah disunahkan
demi membantu kehadiran niat di dalam hati. Tapi melafadzkan dengan lisan tidak
wajib dilakukan.
Kedua, takbirat al-ihram. Dinamakan takbirat al-ihram, sebab dengan memulai
takbir maka secara otomatis segenap sesuatu yang halal sebelum shalat, seperti
makan dan berkata-kata, telah diharamkan setelah memasuki takbir shalat
tersebut. Al-ihram adalah pengharaman sesuatu yang halal disebabkan sedang
mengerjakan shalat.
Ketiga, berdiri bagi orang yang mampu mengerjakan shalat fardhu dengan
berdiri. Dalil yang dijadikan sebagai dasar pijakan hukum bahwa berdiri
adalah salah satu syarat shalat adalah sebuah perkataan Nabi Muhammad SAW
kepada ‘Imran bin Husyen pada saat ‘Imran terserang penyakit ambeyen; “Shalatlah
dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduklah. Jika tidak mampu duduk, maka
tidur lah”. Hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari. Dan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam an-Nasai ada tambahan redaksi bahwa, “jika tidak mampu,
maka terlentanglah. Sebab Allah tidak membebani makhluknya, justru Allah
memberikan leleluasaan dan kelapangan bagi hambanya untuk beribadah sesuai
dengan kadar kemampuannya”. Jelas bahwa dalam Islam, sungguh sangat lentur dan
kompromistis dalam menetapkan rumusan hukum dan kondisional.
Keempat, membaca al-Fatihah. Cara membaca al-fatihah boleh dengan hafalan,
melihat langsung Mushaf, atau dengan cara mengikuti bacaan sang guru yang
melatih atau mengajarinya. Membaca al-fatihah diwajibkan bagi setiap orang yang
mekalsanakan shalat, baik shalat berjamaah atau sendirian (munfaridl), baik
sebagai imam atau makmum.
Dalil al-Quran yang mewajibkan membaca al-fatihah yaitu;
وَلَقَدْ
آَتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآَنَ الْعَظِيمَ
“Dan sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca
berulang-ulang dan al-Quran yang agung”. (QS. Al-Hujarat: 87).
Sebagian besar para ulama menafsirkan mab’u al-matsani yang terdapat dalam ayat
tersebut adalah surah al-fatihah. Sebagaimana menurut Imam Fakhruddin ar-Razi
dalam kitab tafsirnya yaitu Mafatih al-Ghayb atau Tafsir al-kabir menjelaskan
bahwa;
إذا عرفت
هذا فنقول : سبعاً من المثاني مفهومه سبعة أشياء من جنس الأشياء التي تثنى ولا شك
أن هذا القدر مجمل ولا سبيل إلى تعيينه إلا بدليل منفصل وللناس فيه أقوال : الأول
: وهو قول أكثر المفسرين : إنه فاتحة الكتاب وهو قول عمر وعلي وابن مسعود وأبي
هريرة والحسن وأبي العالية ومجاهد والضحاك وسعيد بن جبير وقتادة ، وروي أن النبي
صلى الله عليه وسلم قرأ الفاتحة وقال : هي السبع المثاني رواه أبو هريرة ، والسبب
في وقوع هذا الاسم على الفاتحة أنها سبع آيات ، وأما السبب في تسميتها بالمثاني
فوجوه : الأول : أنها تثنى في كل صلاة بمعنى أنها تقرأ في كل ركعة . والثاني : قال
الزجاج : سميت مثاني لأنها يثنى بعدها ما يقرأ معها . الثالث : سميت آيات الفاتحة
مثاني ، لأنها قسمت قسمين اثنين ، والدليل عليه ما روي أن النبي صلى الله عليه
وسلم قال : « يقول الله تعالى قسمت الصلاة بيني وبين عبدي نصفين » والحديث مشهور .
الرابع : سميت مثاني لأنها قسمان ثناء ودعاء ، وأيضاً النصف الأول منها حق
الربوبية وهو الثناء ، والنصف الثاني حق العبودية وهو الدعاء . الخامس : سميت الفاتحة
بالمثاني ، لأنها نزلت مرتين مرة بمكة في أوائل ما نزل من القرآن ومرة بالمدينة .
السادس : سميت بالمثاني ، لأن كلماتها مثناة مثل : { الرحمن الرحيم } [ الفاتحة :
3 ] { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ * اهدنا الصراط المستقيم *
صِرَاطَ الذين أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ } [ الفاتحة : 5-7 ] وفي قراءة عمر : ( غير
المغضوب عليهم وغير الضالين ) . السابع : قال الزجاج : سميت الفاتحة بالمثاني
لاشتمالها على الثناء على الله تعالى وهو حمد الله وتوحيده وملكه
Jika kita simak ungkapan tersebut bahwa terdapat banyak sekali penafsir yang
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sab’u al-matsani adalah fatihah al-kitab
atau surah al-fatihah, seperti pendapat sahabat Umar, Ali bin Abu Thalib, Ibnu
Mas’ud, Abu Hurairah, al-Hasan, Aby Tsa’labah, Mujahid, al-Dlahhak, Sa’id bin Jabir
dan Qatadah telah meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa sesungguhnya Nabi
membaca al-fatihah dan beliau berkata; sesungguhnya surah al-fatihah ini adalah
as-sab’u al-matsany, diriwayatkan oleh Abu hurairah. Sebab surah al-fatihah
dinamakan itu karena al-fatihah terdiri dari tujuh ayat, yaitu as-sab’u.
Sedangkan dinamakan dengan al-matsani terdapat beberapa aspek, pertama, karena
surah al-fatihah selalu dibaca di setiap rakaat dalam shalat. Kedua—sebagaimana
yang dikatakan al-Zajjaj—dinamakan Matsani karena dipuji setelah dibacanya.
Ketiga, sebab al-fatihah di dalamnya terbagi menjadi dua bagian, sebagaimana
yang diriwayatkan dalam hadits bahwa Nabi berkata bahwa “Allah mengatakan bahwa
aku bagi shalat, yaitu sebagian adalah bagianKu dan sebagian yang lain untuk
hambaKu”. Keempat, dinamakan dengan al-matsani sebab di dalamnya terdapat dua
bagian, yaitu tsana’ (pujian dan sanjungan) dan doa, sebagian hak Tuhan
(rububiyah) yaitu tsana’ (pujian) dan sebagian lagi hak hamba (‘ubudiyah) yaitu
doa. Kelima, al-fatihah dinamakan dengan matsani sebab sebagian ayatnya
diturunkan di Makkah dan sebagian lagi di Madinah. Keenam, dinamakan dengan
al-matsani sebab dalam ayat-ayatnya terdapat dua kalimat yang dobel seperti
ar-rahman dan ar-rahim, atau iyyaka na’butdzu dan iyyaka nasta’in, dll.
Ketujuh, al-fatihah dinamakan dengan al-matsanai—sebagaimana yang dikatakan
al-Zajjaj—karena di dalamnya terdapat pujian, sanjungan dan peng-EsakanNya.
Terdapat banyak hadits Nabi yang menegaskan akan kewajiban membaca al-fatihah dalam
shalat. Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,
yang edua menyatakan bahwa Nabi berkata “Tidak ada shalat (baca tidak sah) bagi
seseorang yang tidak membaca al-fatihah”. Dan hadits Nabi lain yang
diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi mengatakan “Barang siapa yang melaksanakan
shalat tidak membaca Ummul-Quran (induk al-quran, yaitu al-fatihah) ,ala
shalatnya tidak bisa dianggap sempurna”.
Syarat shalat yang kelima, ruku’. Tata cara ruku’ yaitu pertama, meletakkan
kedua tepalak tangannya pada kedua lutut. Kedua, kedua telapak tangan menekan
kedua lutut. Ketiga, merenggangkan jari-jemarinya. Keempat, merenggangkan kedua
sikunya dari lambungnya. Kelima, membentangkan dan meluruskan punggung sampai
selurus papan tulis atau dapat diibaratkan jika punggung itu dituangkan air
dari atasnya maka tidak akan tumpah. Keenam, membungkukkan punggung tidak
terlalu kebawah dan tidak pula mendongkak terlalu ke atas. Tapi di
tengah-tengah di antara keduanya.
Syarat shalat yang keenam, tuma’ninah (diam dan bersahaja) dalam ruku’. Pada
saat tuma’ninan, seseorang disunahkan membaca subhana rabbiya al-‘adhim wa
bihamdihi (maha suci Tuhanku yang maha agung) minimal satu kali bacaan, dan
lebih baiknya dibaca sebanyak tiga kali bacaan.
Syarat yang ketujuh, i’tidal. Yang dimaksud i’tidal adalah kembali berdiri dari
ruku’. Disunahkan pada waktu i’tidah tepat pada saat mengangkat pundak untuk
berdiri dari ruku’ membaca doa “sami’alLahu li-man hamidah” (Allah maha
mendengar hamba yang telah memujiNya)
Syarat kedelapan, tuma’ninah dalam i’tidal, yaitu diam dan bersahaja berdiri
sambil disunahkan membaca doa “Rabbana laka al-hamdu mil’us-samawati wa
mil’ul-ardhi wa mil’u ma sy’tha min syai’in ba’dhu” (Tuham kami, hanya bagiMu
segala puji yang memenuhi langit, bumi, dan segala sesuatu yang telah Engkau
inginkan).
Syarat kesembilan, sujud sebanyak dua kali. Disunahkan pada waktu sujud dengan
membaca doa “Subhana rabbiyal-a’la wa bi-hamdihi” (Maha suci Tuhanku yang maha
tinggi, dan dengan menujimu).
Syarat kesepuluh, tuma’ninah (diam dan bersahajah) dalam sujud.
Syarat kesebelas, duduk di antara dua sujud. Pada saat duduk di antara dua
sujud disunahkan membaca doa “Rabby ighfirly warhamny wajburny warfa’ny
warzuqny wahdhiny wa’afiny wa’fu ‘anny”
Syarat kedua belas, tuma’ninah dalam duduk di antara dua sujud.
Syarat ketiga belas, tasyahhud al-akhir.
Syarat keempat belas, duduk dalam tasyahhud.
Syarat kelima belas, membaca shalawat pada Nabi dalam tasyahud.
Syarat keenam belas, membaca salam. Ada dua salah, yaitu salam pertama dengan
memalingkan wajah ke samping kanan dan salam kedua dengan memalingkan wajah ke
samping kiri. Salam pertama hukumnya wajib, karena termasuk syarat shalat.
Sedangkan salam kedua hukumnya sunnah. Salam paling minimal diucapkan;
“Assalamu’alaikum”, dan maksimalnya diucapkan; “Assalamu’alaikum wa
rahmatullahi wa barakatuh”.
Syarat ketujuh belas, tertib. Artinya menjalankan shalat harus secara tartib
(berurutan) mengerjakan satu syarat ke syarat yang lain. Kewajiban mengerjakan
shalat secara tartib sebab dalam hadits disebutkan “Shalluu kama ra’aytumuny
ushally” (shalatlah kalian seperti kalian melihat langsung saya shalat). Jadi
segenap pekerjaan shalat harus sesuai dengan shalat Nabi. Sedangkan shalat yang
dikerjakan Nabi dilaksanakan secara tartib. Maka setiap orang yang mengerjakan
shalat pun harus tartib sebagaimana Nabi mengerjakan shalat.
۞ Niat
Shalat ۞
(فصل) النيه ثلاث درجات : إن كانت
الصلاة فرضا وجب قصد الفعل والتعيين والفرضية
Anniyyatu Tsalaatsu
Darojaatin , In Kaanatishsolaatu Fardhon Wajaba Qoshdul Fi’li Watta’yiinu
Wal Fardhiyyatu ,
Niat itu 3 derajat , jika adalah sholat itu fardhu maka wajib Qoshdu Fi’il dan
Ta’yin dan Fardhiyyah ,
وإن كانت نافلة مؤقتة كراتبة او ذات سبب
وجب قصد الفعل والتعيين ، وان كانت نافلة مطلقة وجب قصد الفعل فقط .
Wain Kaanat Naafilatan Muaqqotatan Aw Dzata Sababin Wajaba Qoshdul Fi’li
Watta’yiinu , Wain Kaanat Naafilatan Muthlaqon Wajaba Qoshdul Fi’li Faqoth .
dan jika adalah sholat itu sunah yang ditentukan waktunya atau memiliki sebab
maka wajib Qoshdu Fi’il dan Ta’yin , dan jika adalah sholat itu sunah mutlak
maka wajib Qoshdu Fi’il saja .
عل :أصلي والتعيين: ظهرا أو عصرا و
الفرضية : فرضا .
Al-Fi’lu Usholli , Watta’yiinu Zhuhron Aw ‘Ashron , Wal Fardhiyyatu Fardhon .
Al-’Fi’lu yaitu kalimat Usholli , dan Ta’yin yaitu kalimat Zhuhur atau
‘Ashar , dan Fardhiyyah yaitu kalimat Fardhon .
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Tiga derajat Niat :
Ada 3 derajat niat. Pertama, menyengaja mengerjakan seperti mengerjakan shalat
dihadirkan di dalam hati untuk membedakan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain.
Kedua, menentukan (ta’yin) seperti shalat harus ditentukan shalat dzuhur, asar,
dll., agar dibedakan dengan shalat-shalat lainnya. Ketiga, menyebutkan
ke-fardhluan-nya (fardliyyah), agar membedakannya dengan pekerjaan atau shalat
sunnah. Ketiganya diwajibkan ada pada saat niat mengerjakan shalat wajib atau
fardhu.
Jika shalat sunnah
yang dibatasi waktu, seperti sunnah rawatib atau shalat yang mempunyai sebab
seperti shalat Istisqa’ (shalat yang demi mengharapkan curahan hujan) pada
musim kemarau, maka dalam niat wajib dua hal, yaitu menyengaja (qashdhu) dan
ta’yin (menentukan).
Jika shalat sunnah
mutlak, maka diwajibkan dalam niatnya hanya satu hal, yaitu niat mengerjakan
saja, tidak diwajibkan untuk menentukan jenis pekerjaannya. Yang dimaksud
dengan shalat sunnah mutlak adalah shalat yang dikerjakan tanpa ditentukan
waktunya dan dilaksanakan dengan tanpa ada sebab tertentu yang memotivasinya
۞ Syarat
Takbiratul Ihrom ۞
(فصل) شروط تكبيرة الإحرام : ستة عشرة
أن تقع حالة القيام في الفرض وأن تكون بالعربيه وأن تكون بلفظ الجلالة وبلفظ أكبر
والترتيب بين اللفظتين وأن لايمد همزة الجلالة وعدم مد باء أكبر وأن لا يشدد الباء
وأن لايزيد واواً ساكنة أو متحركة بين الكلمتين ، وأن لايزيد واوا قبل الجلالة وأن
لايقف بين كلمتي التكبير وقفة طويلة ولا قصيرة ، وأن يسمع نفسة جميع حروفها ودخول
الوقت في المؤقت وإيقاعها حال الإستقبال وأن لا يخل بحرف من حروفها وتأخير تكبيرة
المأموم عن تكبيرة الإمام.
Syuruuthu Takbiirotil
Ihroomi Sittata ‘Asyaro : An Taqo’a Haalatal Qiyaami Fil Fardhi , Wa An Takuuna
Bil ‘Arobiyyati , Wa An Takuuna Bilafzhil Jalaalati Wabilafzhi Akbaru ,
Wattartiibu Bainallafzhoini , Wa An Laa Yamudda Hamzatal Jalaalati ,Wa ‘Adamu
Maddi Baa-i Akbaru , Wa An Laa Yusyaddidal Baa-a , Wa An Laa Yaziida Waawan
Saakinatan Aw Mutaharrikatan Bainal Kalimataini , Wa An Laa Yaziida Waawan
Qoblal Jalaalati , Wa An Laa Yaqifa Baina Kalimataittakbiiri Waqfatan
Thowiilatan Walaa Qoshiirotan , Wa An Yusmi’a Nafsahu Jamii’a Huruufiha
Wadukhuulul Waqti Fil Muwaqqoti Wa Iiqoo’uhaa Haalal Istiqbaali , Wa An Laa
Yukhilla Biharfin Min Huruufihaa , Wata’khiiru Takbiirotil Ma’muumi
‘An Takbiirotil Imaami .
Syarat-syarat
takbirotul ihrom yaitu 16 : bahwa jatuhnya
takbirotul ihrom pada
ketika berdiri pada fardhu , dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan bahasa Arab
, dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan lafaz Allah dan lafaz Akbar , dan
tertib antara 2 lafaz , dan bahwa tidak memanjangkan huruf hamzah lafaz Allah ,
dan tidak memanjangkan huruf ba pada lafaz Akbar , dan bahwa tidak
mentasydidkan huruf ba , dan bahwa tidak menambah huruf wawu yg mati atau yg
berharokat antara2 kalimat , dan bahwa tidak menambah huruf wawu sebelum lafaz
Allah , dan bahwa tidak berhenti antara 2 kalimat takbir dengan berhenti yg
panjang , dan tidak pula yg pendek , dan bahwa ia memperdengarkan dirinya akan
seluruh huruf-huruf Allahu Akbar , dan masuk waktu pada sholat yg ditentukan
waktunya , dan menjatuhkan takbirotul ihrom ketika menghadap kiblat, dan bahwa
mencampur dengan satu huruf daripada huruf-huruf takbir, mengakhirkan takbir
ma’mum daripada takbir imam .
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Syarat Takbiratul
Ihram
Ada enam belas (16)
syarat Takbirat al-ihram.
Pertama, dikumandangkan pada saat berdiri tegak dan tetap pada saat harus
dikumandangkan.
Kedua, dikumandangkan atau diucakpan takbir dengan menggunakan bahasa Arab bagi
yang mampu. Jika ada seseorang yang tidak mampu takbir dengan menggunakan
bahasa Arab, maka diperbolehkan dengan menggunakan bahasa negaranya sebagai
terjemahan dari takbir.
Ketiga, harus dengan kalimat jalalah, yaitu kalimat Allah, seperti biasa
dikumandangkan dengan Allahu Akbar. Dengan demikian tidak sah jika diganti
dengan semisal kalimat Ar-rahmanu Akbar, atau yang lainnya.
Keempat, harus menggunakan kalimat Allahu Akbar (Allah maha besar). Dengan
demikian tidak sah jika diganti dengan menggunakan kalimat Allahu kabir (Allah
besar), sebab akan menghilangkan keagungan dan kebesaranNya.
Kelima, kedua kalimat Allah dan Akbar harus diucapkan secara tartib, tidak
boleh disela-selai dengan kalimat lain atau berdiam cukup lama.
Keenam, tidak boleh membaca panjang huruf hanzah dari kalimat jalalah. Sebab
akan merubah kedudukan kalimat dan akan merubah makna, yang tadinya Allah
menjadi kalimat pertannyaan atau istifham.
Ketujuh, tidak boleh membaca panjang huruf ba kalimat Akbar. Jika dibaca
panjang huruf ba’ yang ada pada kalimat Akbar, maka shalatnya tidak sah. Sebab
jika dibaca panjang, akan merubah muatan maknanya. Yaitu jika hamzahnya dibaca
fathah, maka akbar yang ba’-nya dibaca panjang bermakna salah satu nama kendang
besar; dan jika hamzahnya dibaca kasrah, maka berarti mengandung makna salah
satu nama bagi nama-nama haidl..
Kedelapan, tidak boleh membaca tasydzidh huruf ba’ kalimat Akbar. Jika dibaca
tasydzidh maka shalatnya tidak sah.
Kesembilan, tidak boleh menambahkan huruf wawu baik berharakat atau tidak di
antara kedua kalimat antara kalimat Allah dan Akbar. Jika ditambahi, semisal
Allah wa Akbar, maka shalatnya tidak sah.
Kesepuluh, tidak boleh menambahkan huruf wawu sebelum kalimat jalalah, yaitu
Allah. Jika ditambahkan huruf Wawu sebelum kalimat Allah, menjadi Wa Allahu
Akbar, maka shalatnya tidak sah.
Kesebelas, tidak boleh berhenti cukup lama atau sebentar di antara kedua
kalimat Allah dan Akbar. Namun tidak menjadi soal jika hendak menambahkan huruf
AL ta’rif pada kalimat Akbar, menjadi dibaca Allahu Al-Akbar, maka tidah
membatalkan shalat.
Kedua belas. Membaca seluruh huruf-huruf kalimat yang dikumandangkan harus
dapat didengar oleh telinganya sendiri. Hal ini jika pendengarannya sehat,
tidak dalam kondisi sakit telinga, dan tidak ada suara bising atau gaduh yang
dapat menenggelamkan suaranya. Jika ada gangguan dalam kupingnya atau ada suara
gaduh dan bising, maka harus menaikkan volume suaranya tinggi-tinggi agar dapat
didengar oleh kupingnya sendiri. Jika seseorang gagu maka cukup dengan
menggerakkan bibir dan mulutnya.
Ketiga belas, memasuki waktu shalat bagi shalat fardhu yang lima waktu dan bagi
shalat sunnah yang ditentukan waktunya.
Keempat belas, diharuskan membaca takbir pada saat menghadap Kiblat.
Kelima belas, tidak boleh merusak salah satu huruf yang terdapat dalam kalimat
takbiratul Ihram,
Keenam belas, mengakhirkan takbirnya makmum dari takbirnya imam pada saat
shalat berjamaah. Jika takbir makmum dan imam bersamaan atau takbir makmum
mendahului dari takbirnya imam maka shalatnya tidak sah.
۞ Tasydid
Pada al-Fatihah ۞
(فصل) تشديدات الفاتحة أربع عشرة : بسم
الله فوق اللام ، الرَّحمن فوق الراء ، الرَّحيم فوق الراء ، الحمد لله فوق لام
الجلالة ، ربُّ العالمين فوق الباء ، الرَّحمن فوق الراء ،مالك يوم الدِّين فوق
الدال ، إيَّاك نعبد فوق الياء ، إيَّاك نستعين فوق الياء ، اهدنا الصِّراط
المستقيم فوق الصاد ، صراط الَّذين فوق اللام ، أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا
الضَّالِّين فوق الضاد واللام .
Tasydiidaatul
Faatihati Arba’a ‘Asyarota : Bismillaahi Fauqollaami , Robbal ‘Aalamiina Fauqol
Baa-i , Arrohmaani Fauqorroo-i , Arrohiimi Fauqorroo-i , Maaliki Yaumiddiini
Fauqoddaali , Iyyaaka Na’budu Fauqol Yaa-i , Waiyyaaka Nasta’iinu Fauqol Yaa-i
, Ihdinashshiroothol Mustaqiima Fauqoshsoodi , Shirootolladziina Fauqollaami ,
An’amta ‘Alaihim Ghoyril Maghdhuubi ‘Alaihim Waladhdhoolliina Fauqodhdhoodi
Wallaami .
Segala tasydid Fatihah
yaitu 14 : Lafazh Bismillah diatas huruf Lam , Lafazh Robbal ‘Aalamiina diatas
huruf Ba , Lafazh Arrohmaani diatas huruf Ro , Lafazh Arrohiimi diatas huruf Ro
, Lafazh Maaliki Yaumiddini diatas huruf Dal , Lafazh Iyyaaka Na’budu diatas
huruf Ya , Lafazh Waiyyaaka Nasta’iinu diatas huruf Ya , Lafazh
Ihdinashshiroothol Mustaqiima diatas huruf Shod , Lafazh Shirootholladziina
diatas huruf Lam Lafazh An’amta ‘Alaihim Ghoyril Maghdhuubi
‘Alaihim Waladhdhoolliina diatas huruf Dhod dan huruf Lam .
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Bacaan Tasydzid surah
al-fatihah
Bacaan tasydzid dalam
surah al-fatihah terdapat 14 (empat belas) tempat.
Pertama, membaca tasydid huruf Lam yang ada dalam kalimat Bismil-Lah.
Kedua, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-Rahman.
Ketiga, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahim.
Keempat, membaca tasydid Lam jalalah yang ada dalam kalimat Alhamdulil-lah.
Kelima, membaca tasydid huruf ba’ yang ada di dalam kalimat Rabbil-‘alamin.
Keenam, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahman.
Ketujuh, membaca tasydid huruf ra’ yang ada dalam kalimat ar-rahim.
Kedelapan, membaca tasydid huruf dhal yang ada dalam kalimat Maliki yaumid-din.
Kesembilan, membaca tasydid hurud ya’ yang ada dalam kalimat iyyaka na’budu.
Kesepuluh, membaca tasydid huruf ya’ yang ada dalam kalimat iyyaka nasta’in.
Kesebelas, membaca tasydid huruf shad yang ada dalam kalimat Ihdinas-shirat
al-mustaqim.
Kedua belas, membaca tasydid huruf Lam yang ada dalam kalimat
Shiratal-Ladzina.
Ketiga belas, membaca tasydid huruf Dhad yang ada dalam kalimat An’amta
‘alaihim ghayril maghdhubi ‘alaihim walad-dzallin.
Keempat belas, membaca tasydid huruf Lam yang ada dalam kalimat An’amta
‘alaihim ghayril maghdhubi ‘alaihim walad-dzallin.
۞ Syarat
al-Fatihah ۞
(فصل ) شروط الفاتحة عشرة : الترتيب
والموالاة ومراعاة تشديداتها وأن لا يسكت سكتة طويلة ولا قصيرة يقصد قطع القراءة
وقراءة كل آياتها ومنها البسملة وعدم اللحن المخل بالمعنى وأن تكون حالة القيام في
الفرض ، وأن يسمع نفسة القراءة وأن لا يتخللها ذكر أجنبي
.
Syuruuthul Faatihati
‘Asyarotun : Attartiibu , Wal-Muwaalatu , Wamuroo’atu Huruufihaa ,Wamuroo’atu
Tasydiidaatihaa , Wa An Laa Yaskuta Saktatan Thowiilatan Walaa Qoshiirotan
Yaqshidu Bihaa Qoth’al Qirooati , Wa’adamullahnil Mukhilla Bilma’naa , Wa An
Takuuna Haalatal Qiyaami Fil Fardhi , Wa An Yusmi’a Nafsahul Qirooata , Wa An
Laa Yatakhollalahaa Dzikrun Ajnabiyyun .
Syarat-syarat Fatihah yaitu 10 : Tertib , dan berturut-turut , dan
memelihara segala hurufnya , dan memelihara segala tasydidnya , dan bahwa
jangan ia (orang yg sholat) diam dengan diam yg panjang dan tidak pula yg
pendek yg ia bermaksud dengannya memutuskan bacaan , dan tiada salah
bacaan yg dengan merusakkan makna , dan bahwa dibaca Fatihah itu ketika
berdiri , pada sholat Fardhu, dan bahwa ia memperdengarkan dirinya akan
bacaan , dan bahwa tidak menyelangi akan Fatihah oleh dzikir yg lain.
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Syarat al-fatihah
Syarat al-fatihah ada sepuluh (11).
Pertama, harus tartib. Artinya dibaca secara runut sesuai dengan runutan
ayat-ayat yang ada dalam surah al-fatihah.
Kedua, mulat (berurutan). Artinya satu ayat dengan ayat yang lain tidak ada
yang menyela-nyelai, seperti membaca dzikir lain yang tidak ada sangkut-pautnya
dengan shalat di antara bacaan ayat-ayat surah al-fatihah.
Ketiga, menjaga secara keseluruhan huruf-huruf yang terdapat dalam surah
al-fatihah. Diketahui bahwa huruf yang ada dalam surah al-fatihah berjumlah 138
huruf, dan semuanya harus dijaga dengan cara membacanya yang benar dan sesuai
dengan tempat dan letaknya huruf-huruf itu keluar dari mulut dan tenggorokan
seseorang (makharij al-huruf).
Keempat, menjaga bacaan tasydid yang ada di segenap huruf-huruf surah
al-fatihah.
Kelima, tidak boleh berdiam diri cukup lama. Tapi jika ada udzur, seperti lupa
atau tidak tahu, maka tidak merusak kesahan shalat.
Keenam, tidak boleh diam sebentar yang bertujuan memutus bacaan.
Ketujuh, membaca seluruh ayat-ayat yang ada di dalam surah al-fatihah, dan di
antara yang termasuk dalam surah al-fatihah adalah ayat Basmalah. Sebab Nabi
sendiri menganggap Basmalah sebagai bagian dari ayat dari surah al-fatihah,
diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim dan keduanya meniali bahwa hadits
tersebut adalah sahih.
Kedelapan, tidak boleh membaca ayat-ayat secara pelo yang dapat merusak makna
yang terkandung di dalam kalimat-kalimat yang ada dalam ayat. Sebab berubahnya
cara baca akan merubah kanduangan maknanya.
Kesembilan, membaca dengan cara berdiri pada saat melaksanakan shalat fardhu.
Sudah barang tentu persyaratan ini bagi orang-orang yang mampu melaksanannya.
Kesepuluh, seseorang dapat mendengarkan seluruh bacaannya secara komprehensif
dari awal sampai akhir.
Kesebelas, tidak boleh menyisipkan atau menyela-nyelai bacaan dzikir lain di
tengah-tengah bacaan ayat-ayat al-fatihah. Kecuali dzikir yang ada kaitannya
dengan kemaslahatan shalat, seperti bacaan amin bagi makmum yang sedang
berjamaah.
۞ Sunnah
Takbir ۞
(فصل) يسن رفع اليدين في أربعة
مواضع: عند تكبيرة الإحرام وعند الركوع وعند الإعتدال وعند القيام من التشهد
الأول .
Yusannu Rof’ul Yadaini
Fii Arba’ati Mawaadhi’a : ‘Inda Takbiirotil Ihroomi , Wa’indarrukuu’i ,Wa’indal
I’tidaali , Wa’indal Qiyaami Minattasyahhudil Awwali
Ketika shalat
disunahkan mengangkat tangan sebanyak empat kali, yaitu ketika takbiratul
ihram, ketika akan rukuk, ketika akan I’tidal, dan ketika berdiri dari tasyahud
awal
۞ Syarat
Sujud ۞
(فصل) شروط السجود سبعة : أن يسجد على
سبعة أعضاء وأن تكون جبهته مكشوفة والتحامل برأسة وعدم الهوى لغيره وأن لايسجد على
شيء يتحرك بحركته وارتفاع أسافلة على أعالية والطمأنينة فية.
Syuruuthussujuudi
Sab’atun : An Yasjuda ‘Alaa Sab’ati A’dhooin , Wa An Takuuna Jabhatuhu
Maksyuufatan , Wattahaamulu Biro’sihi , Wa ‘Adamul Huwiyyi Lighoyrihi , Wa An
Laa Yasjuda ‘Alaa Syain Yataharroku Biharokatihi , Wartifaa’u Asaafilihi ‘Alaa A’aaliihi
, Waththuma’niinatu Fiihi ,
Wa An Yaquula Fii
Sujuudihi “Subhaana Robbiyal A’laa Wabihamdihi ” (Tsalaatsa Marrootin) .
Syarat-syarat sujud
ada tujuh
1. Harus dengan tujuh anggota badan
2. Dahi harus terbuka
3. Kepala harus ditekan (ketika meletakkan di tempat sujud)
4. Tidak boleh ada tujuan lain ketika membungkuk kecuali untuk sujud
5. Tidak boleh sujud di atas sesuatu yang bergerak bila bergerak untuk sujud
6. Kepala harus lebih rendah daripada pantatnya
7. Harus tuma’ninah
۞ Anggota
Sujud ۞
(خاتمة) أعضاء السجود سبعة : الجبهة
وبطون الكفين والركبتان وبطون الأصابع والرجلين.
( Khootimatun )
A’Dhooussujuudi Sab’atun : Al-Jabhatu , Wabuthuunul Kaffaini , Warrukbataini
,Wabuthuunul Ashoobi’irrijlaini .
Anggota-anggota sujud
antara lain: dahi, telapak tangan, kedua lutut dan jari-jari kedua yang dalam.
۞ Tasydid
Tasyahud ۞
(فصل) تشديدات التشهد إحدى وعشرون : خمس
في أكمله وستة عشر في أقلة : التحيات على التاء والياء المباركات الصلوات على
الصاد ، الطيبات على الطاء والياء ، لله على لام الجلالة ، السلام على السين ،
عليك أيها النبي على الياء والنون والياء ، ورحمه الله على لام الجلاله ، وبركاته
السلام على السين ، علينا وعلى عباد الله على لام الجلاله ، الصالحين على الصاد،
أشهد أن لاإله على لام ألف ،إلا الله على لام ألف ولام الجلاله، وأشهدأن على النون
، محمدا رسول الله على ميم محمدا وعلى الراء وعلى لام الجلاله.
Tasydiid
aatuttasyahhudi Ihdaa Wa’isyruuna Khomsun Fii Akmalihi Wasittata ‘Asyaro Fii
Aqollihi .
Attahiyyaatu ‘Alattaa-i Walyaa-i ,
almubaarokatushsholawaatu ‘Alashshoodi ,
Ath-Thoyyibaatu ‘Alaththoo-i walyaa-i ,
Lillaahi ‘Alaa Laamil Jalaalati ,
Assalaamu ‘Alassiini ,
‘Alaika Ayyuhannabiyyu ‘Alalyaa-i Wannuuni Walyaa-i ,
Warohmatullaahi ‘Alaa Laamil Jalaalati ,
Wabarokaatuhu Assalaamu ‘Alassiini ,
‘Alainaa Wa’alaa ‘Ibaadillaahi ‘Alaa Laamil Jalaalati ,
Ash-Shoolihiina ‘Alashshoodi ,
Asyhadu An Laa Ilaaha Illallaahu ‘Alaa Lam Alif Walaamil Jalaalati ,
Wa Asyhadu Anna ‘Alannuuni ,
Muhammadarrosuulullaahi ‘Alaa Mimi Muhammadin Wa ‘Alarroo-i Wa ‘Alaa Laamil
Jalaalati .
Tasydid-tasydit
tasyahud ada dua puluh satu, yang lima ada pada bacaan sempurna dan yang enam
belas ada pada bacaan paling singkat. Maksudnya, bila dibaca dengan sempurna
maka tasydidnya ada dua puluh satu, bila di singkat ada enam belas tasydid.
1. “Attahiiyatu” tasydid ada pada “tak dan yak”
2. “almubaarakatus sokawatu” tasydid ada pada “Sad”
3. “athoiyibaatu” tasydid ada pada “Thok dan yak”
4. “Lillaahi” tasydid ada pada “lam jalalah”
5. “asalaamu ‘alaika” tasydid ada pada “Sin”
6. “wa rahmatullaahi” tasydid ada pada “Lam jalalah”
7. “wa barakaatuhu asalaamu” tasydid ada pada “Sin”
8. “ ’ibadillaahi ” tasydid ada pada “Lam jalalah”
9. “ashalihiin” tasydid ada pada “Sad”
10. “asyhadu allaa ilaaha” tasydid ada pada “Lam Alif”
11. “illallaahu” tasydid ada pada “Lam jalalah dan lam jalalah”
12. “ wa asyhaduanna” tasydid ada pada “Nun”
13. “muhammadar rasuulullaah” tasydid ada pada “mim, rok, dan lam jalalah”
۞ Tasydid
Shalawat & Salam ۞
(فصل ) تشديدات أقل الصلاة على النبي أربع
: اللهم على اللام والميم ، صل على اللام ، على محمد على الميم .
Tasydiidaatu
Aqollishsolaati ‘Alannabiyyi Shollallaahu ‘Alaihi wasallama Tsalaatsun
:Allaahumma ‘Alallaami Wal Miimi , Sholli ‘Alallaami , ‘Alaa Muhammadin ‘Alal
Miimi
Tasydid-tasydid
salawat yang pendek ada empat yaitu
1. “Allaahumma” tasydidnya di atas “lam jalalah dan mim”
2. “sholli” tasydidnya di atas “Lam”
3. “ ’alaa muhammadin” tasydidnya di atas “mim”
(فصل) أقل السلام : السلام عليكم تشديد
السلام على السين .
Aqollussalaami
Assalaamu’alaikum . Tasydiidussalaami ‘Alassiini
Membaca Salam yang
pendek adalah “Assalamu’alaikum”, Tasydid ada di ’Assalamu” di
atas “siin”
۞ Waktu
Shalat ۞
(فصل) أوقات الصلاة خمس: أول وقت الظهر
زوال الشمس ، وآخره مصير ظل الشيء مثله غير ظل الإستواء ، وأول وقت العصر إذا صار
ظل كل شيء مثلة وزاد قليلا ، وآخره غروب الشمس . وأول وقت المغرب غروب الشمس وآخره
غروب الشفق الأحمر ، وآخره طلوع الفجر الصادق وآخره طلوع الشمس .
Awqootushsholaati
Khomsun : Awwalu Waqtizhzhuhri Zawaalusysyamsi Wa Aakhiruhu Mashiiru Zhilli
Kulli Syaiin Mitslahu Ghoyro Zhillil Istiwaa-i , Wa Awwalu Waqtil ‘Ashri Idzaa
Shooro Zhillu Kulli Syaiin Mitslahu Wazaada Qoliilan Wa Aakhiruhu
Ghuruubusysyamsi ,Wa Awwalu Waqtil Maghribi Ghuruubusysyamsi Wa Aakhiruhu
Ghuruubusysyafaqil Ahmari , Wa Awwalu Waqtil ‘Isyaa-i Ghuruubusysyafaqil Ahmari
Wa Aakhiruhu Thuluu’ul Fajrishsoodiqi , Wa Awwalu Waqtishshubhi Thuluu’ul
Fajrishshoodiqi Wa Aakhiruhu Thuluu’usysyamsi.
Waktu-waktu salat ada
lima:
1. Salat dhuhur, waktunya mulai tergelincir matahari sampai terjadinya
banyangan suatu benda sama persis dengan ukuran benda itu (benda satu meter,
banyangan ukurannya juga satu meter dalam posisi tegak) hingga banyangan lebih
tinggi dari tinggi benda.
2. Shalat ashar, waktunya bila ukuran antar benda dan bayangan legih panjang
bayangannya, itulah mulai waktu ashar dan berakhir ketika matahari terbenam.
3. Salat magrib mulai matahari terbenam sampai terbenamnya mega merah.
4. Salat isya’ waktunya mulai dari mega merah terbenam hingga terbutnya fajar
sadiq.
5. Salat subuh waktunya mulai terbit ajar sadiq sampai terbit matahari
Mega itu ada tiga macam mega kuning, merah, dan putih. Sedangkan mega merah
untuk tanda waktu magrib, kuning dan putih untuk waktu isya’. Salat isya’
disunahkan untuk diakhirkan hingga mega kuning dan putih telah hilang.
۞ Diharamkan
Shalat ۞
(فصل ) تحرم الصلاة التي ليس لها سبب متقدم
ولا مقارن في خمسة أوقات : عند طلوع الشمس حتى ترتفع قدر رمح وعند الإستواء
في غير يوم الجمعة حتى تزول ، وعند الإصفرار حتى تطلع الشمس وبعد صلاة العصر حتى
تغرب .
Tahrumushsolaatu
Allatii Laisa Lahaa Sababun Mutaqoddimun Walaa Muqoorinun Fii Khomsati Awqootin
: ‘Inda Thuluu’isysyamsi Hattaa Tartafi’a Qodro Rumhin , Wa’indal Istiwaa’i Fii
Ghoyri Yaumil Jumu’ati Hattaa Tazuula , Wa’indal Ishfiroori Hattaa Taghruba ,
Waba’da Sholaatishshubhi Hattaa Tathlu’asysyamsu , Waba’da Sholaatil ‘Ashri
Hattaa Taghruba .
Shalat itu haram
manakala tidak ada mempunyai sebab terdahulu atau sebab yang bersamaan
(maksudnya tanpa ada sebab sama sekaliseperti sunat mutlaq) dalam beberapa
waktu, yaitu:
1. Ketika terbit matahari sampai naik sekira-kira sama dengan ukuran tongkat atau
tombak.
2. Ketika matahari berada tepat ditengah tengah langit sampai bergeser kecuali
hari Jum’at.
3. Ketika matahari kemerah-merahan sampai tenggelam.
4. Sesudah shalat Shubuh sampai terbit matahari.
5. Sesudah shalat Asar sampai matahari terbenam.
۞ Diamnya
Shalat ۞
(فصل) سكتات الصلاة ستة : بين تكبيرة
الإحرام ودعاء الإفتتاح والتعوذ، وبين الفاتحة والتعوذ، وبين آخر الفاتحة وآمين ،
وبين آمين والسوره ، وبين السورة والركوع
.
Saktaatushsolaati
Sittun : Baina Takbiirotil Ihroomi Wadu’aa-il Iftitaahi, Wabaina Du’aa-il
Iftitaahi Watta’awwudzi ,Wabainatta’awwudzi Wal Faatihati , Wabaina Aakhiril
Faatihati Wa Aamiina ,Wabaina Aamiina Wassuuroti , Wabainassuuroti Warrukuu’i .
Tempat saktah
(berhenti dari membaca) pada waktu shalat ada enam tempat, yaitu
1. Antara takbiratul ihram dan do’a iftitah (doa pembuka sesudah takbiratul
ihram).
2. Antara doa iftitah dan ta’awudz (mengucapkan perlindungan dengan Allah SWT
dari setan yang terkutuk).
3. Antara ta’awudz dan membaca fatihah.
4. Antara akhir fatihah dan ta’min (mengucapkan amin).
5. Antara ta’min dan membaca surat (qur’an).
6. Antara membaca surat dan ruku’.
Semua tersebut dengan
kadar tasbih (bacaan subhanallah), kecuali antara ta’min dan membaca surat,
disunahkan bagi imam memanjangkan saktah dengan kadar membaca fatihah.
۞ Wajib
Tuma’ninah ۞
(فصل) الأركان التي تلزمه فيها الطمأنينة
أربعة : الركوع والإعتدال والسجود والجلوس بين السجدتين
.
Al-Arkaanu Allatii
Tulzamu Fiihaththuma’niinatu Arba’atun : Arrukuu’u , Wali’tidaalu , Wassujuudu
, Waljuluusu Bainassajdataini .
Rukun-rukun yang
diwajibkan didalamnya tuma’ninah ada empat, yaitu:
1. Ketika ruku’.
2. Ketika i’tidal.
3. Ketika sujud.
4. Ketika duduk antara dua sujud.
الطمأنينة هي : سكون بعد حركة بحيث
يستقر كل عضو محله بقدر سبحان الله .
Ath-Thuma’niinatu Hiya
Sukuunun Ba’da Harkatin BihaitsuYastaqirru Kullu ‘Udhwin Mahallahu Biqodri
Subhaanalloohi .
Tuma’ninah adalah diam
sesudah gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap (tidak
bergerak) dengan kadar tasbih (membaca subhanallah).
۞ Sujud
Sahwi ۞
(فصل) أسباب سجود السهو أربعة :الأول ترك بعض
من أبعاض الصلاة أو بعض البعض ، الثاني فعل مايبطل عمده ولايبطل سهوه إذا فعله
ناسيا ، الثالث نقل ركن قولي إلى غير محله ، الرابع إيقاع ركن فعلي مع احتمال
الزيادة .
Sebab sujud sahwi ada
empat, yaitu:
1. Meninggalkan sebagian dari ab’adhus shalat (pekerjaan sunnah dalam shalat
yang buruk jika seseorang meniggalkannya).
2. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan (padahal ia lupa), jika dikerjakan
dengan sengaja dan tidak membatalkan jika ia lupa.
3. Memindahkan rukun qauli (yang diucapkan) kebukan tempatnya.
4. Mengerjakan rukun Fi’li (yang diperbuat) dengan kemungkinan kelebihan.
۞ Ab’adus
shalat ۞
(فصل) أبعاض الصلاة سبعة : التشهد الأول
وقعوده والصلاه على النبي صلى الله عليه وسلم فيه ، والصلاه على الآل التشهد
الأخير، والقنوت ،والصلاة على النبي صلى الله علية وسلم وآله فيه.
Ab’adus shalah (Sunnah
Ab’ad) ada enam, yaitu:
1. Tasyahud awal
2. Duduk tasyahud awal.
3. Shalawat untuk nabi Muhammad SAW ketika tasyahud awal.
4. Shalawat untuk keluarga nabi ketika tasyahud akhir.
5. Berdiri untuk do’a qunut.
6. Shalawat dan Salam untuk nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat ketika do’a
qunut.
۞ Pembatal
Shalat ۞
(فصل) تبطل الصلاة بأربع عشرة خصلة
: بالحدث وبوقوع النجاسة إن لم تلق حالا من غير حمل ، وانكشاف العورة إن لم
تستر حالا، والنطق بحرفين أو حرف مفهم عمدا ، وبالمفطر عمدا ، والأكل الكثير ناسيا
،أوثلاث حركات متواليات ولو سهوا والوثبة الفاحشة والضربة المفرطة ، وزيادة ركن
فعلي عمدا ، والتقدم على إمامه بركنين فعليين ، والتخلف بهما بغير عذر ، ونية قطع
الصلاة ، وتعليق قطعها بشيء والتردد في قطعها
.
Perkara yang
membatalkan shalat ada empat belas, yaitu:
1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar).
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat
(dengan tangan atau selainnya).
3. Terbuka aurat, jika tidak dihilangkan seketikas.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difaham.
5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengn sengaja.
6. Makan yang banyak sekalipun lupa.
7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa.
8. Melompat yang luas.
9. Memukul yang keras.
10. Menambah rukun fi’li dengan sengaja.
11. Mendahului imam dengan dua rukun fi’li dengan sengaja.
12. Terlambat denga dua rukun fi’li tanpa udzur.
13. Niat yang membatalkan shalat.
14. Mensyaratkan berhenti shalat dengan sesuatu dan ragu dalam
memberhentikannya.
۞ Niat
Imam ۞
(فصل) الذي يلزم فية نية الإمامة أربع
: الجمعة والمعاداة والمنذورة جماعة والمتقدمة في المطر
.
Diwajibkan bagi
seorang imam berniat menjadi imam terdapat dalam empat shalat, yaitu:
1- Menjadi Imam juma`t
2- Menjadi imam dalam shalat i`aadah (mengulangi shalat).
3- Menjadi imam shalat nazar berjama`ah
4- Menjadi imam shalat jamak taqdim sebab hujan
۞ Makmum
dan Imam ۞
(فصل) شروط القدوة أحد عشر : أن لايعلم
بطلان صلاة إمامة بحدث أو غيرة , وأن لايعتقد وجوب قضائها عليه وأن لا يكون مأموما
ولا أميا وأن لايتقدم علية في الموقف وأن يعلم انتقالات إمامة وأن يجتمعا في مسجد
أو في ثلثمائة ذراع تقريبا وأن ينوي القدوة أو الجماعة وأن يتوافق نظم صلاتيهما
وأن لا يخالفه في سنة فاحشة المخالفة وأن يتابعة
.
Syarat – Syarat ma`mum
mengikut imam ada sebelas perkara, yaitu:
1- Tidak mengetahui batal nya shalat imam dengan sebab hadats atau yang lain
nya.
2- Tidak meyakinkan bahwa imam wajib mengqadha` shalat tersebut.
3- Seorang imam tidak menjadi ma`mum .
4- Seorang imam tidak ummi (harus baik bacaanya).
5- Ma`mum tidak melebihi tempat berdiri imam.
6- Harus mengetahui gerak gerik perpindahan perbuatan shalat imam.
7- Berada dalam satu masjid (tempat) atau berada dalam jarak kurang lebih tiga
ratus hasta.
8- Ma`mum berniat mengikut imam atau niat jama`ah.
9- Shalat imam dan ma`mum harus sama cara dan kaifiyatnya
10- Ma`mum tidak menyelahi imam dalam perbuata sunnah yang sangat berlainan
atau berbeda sekali.
11- Ma`mum harus mengikuti perbuatan imam
۞ Yang
Sah berjamaah ۞
(فصل) صور القدوة تسع تصح في خمس : قدوة
رجل برجل وقدوة امرأه برجل وقدوة خنثى برجل وقدوة امرأة بخنثى وقدوة امرأة بامرأة
، وتبطل في أربع : قدوة رجل بامرأة وقدوة رجل بخنثى
Ada lima golongan
orang–orang yang sah dalam berjamaah, yaitu:
1- Laki –laki mengikut laki – laki.
2- Perempuan mengikut laki – laki.
3- Banci mengikut laki – laki.
4- Perempuan mengikut banci.
5- Perempuan mengikut perempuan.
Ada empat golongan
orang – orang yang tidak sah dalam berjamaah, yaitu:
1-Laki – laki mengikut perempuan.
2- Laki – laki mengikut banci.
3- Banci mengikut perempuan.
4.-Banci mengikut banci.
۞ Syarat
Jamak Takdim ۞
(فصل) شروط جمع التقديم أربعة : البداءة
بالأولى ونية الجمع والموالاة بينهما ودوام العذر
.
Ada empat, syarat sah
jamak taqdim (mengabung dua shalat diwaktu yang pertama), yaitu:
1- Di mulai dari shalat yang pertama.
2- Niat jamak (mengumpulkan dua shalat sekali gus).
3- Berturut – turut.
4.-Udzurnya terus menerus.
۞ Syarat
Jamak Takhir ۞
(فصل) شروط جمع التأخير إثنان : نية
التأخير وقد بقي من وقت الأولى مايسعها ودوام العذر إلى تمام الثانية .
Ada dua syarat jamak
takhir, yaitu:
1- Niat ta’khir (pada waktu shalat pertama walaupun masih tersisa waktunya
sekedar lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut).
2- Udzurnya terus menerus sampai selesai waktu shalat kedua.
۞ Syarat
Qashar ۞
(فصل) شروط القصر سبعة : أن يكون سفره
مرحلتين وأن يكون مباحا والعلم بجواز القصر ونيه القصر عند الإحرام وأن لايقتدي
بمتم في جزء من صلاتة .
Ada tujuh syarat
qasar, yaitu:
1- Jauh perjalanan dengan dua marhalah atau lebih (80,640 km atau perjalanan
sehari semalam).
2- Perjalanan yang di lakukan adalah safar mubah (bukan perlayaran yang
didasari niat mengerja maksiat ).
3- Mengetahui hukum kebolehan qasar.
4- Niat qasar ketika takbiratul `ihram.
5- Shalat yang di qasar adalah shalat ruba`iyah (tidak kurang dari empat
rak`aat).
6- Perjalanan terus menerus sampai selesai shalat tersebut.
7- Tidak mengikuti dengan orang yang itmam (shalat yang tidak di qasar) dalam
sebagian shalat nya.
۞ Syarat
Shalat Jumat ۞
(فصل) شروط الجمعة ستة : أن تكون كلها في
وقت الظهر وأن تقام في خطة البلد وأن تصلي جماعة وأن يكونوا أربعين أحرارا ذكورا
بالغين مستوطنين وأن لا تسبقها ولا تقارنها جمعة في تلك البلد وأن يتقدمها خطبتان .
Syarat sah shalat
Jum’at ada enam, yaitu:
1. Khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2. Kegiatan Jum’at tersebut dilakukan dalam batas desa.
3. Dilaksanakan secara berjamaah.
4. Jamaah Jum’at minimal berjumlah empat puluh (40) laki-laki merdeka, balig
dan penduduk asli daerah tersebut.
5. Dilaksanakan secara tertib, yaitu dengan khutbah terlebih dahulu, disusul
dengan shalat Jum’at.
۞ Rukun
Khutbah Jum’at ۞
(فصل)أركان الخطبتين خمسة: حمد الله
فيهما والصلاة على النبي صلى الله علية وسلم فيهما والوصية بالتقوى فيهما وقراءة
آية من القرآن في أحداهما والدعاء للمؤمنين والمؤمنات في الأخيرة .
Rukun khutbah Jum’at
ada lima, yaitu:
1. Mengucapkan “الحمد لله” dalam dua
khutbah tersebut.
2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua khutbah tersebut.
3. Berwasiat ketaqwaan kepada jamaah Jum’at dalam dua khutbah Jum’at tersebut.
4. Membaca ayat al-qur’an dalam salah satu khutbah.
5. Mendo’akan seluruh umat muslim pada akhir khutbah.
۞ Syarat
Sah Khutbah Jum’at ۞
(فصل) شروط الخطبتين عشرة : الطهارة عن
الحدثين الأصغر والأكبر والطهارة عن النجاسة في الثوب والبدن والمكان وستر العورة
والقيام على القادر والجلوس بينهما فوق طمأنينة الصلاة والموالاة بينهما وبين
الصلاة وأن تكون بالعربية وأن يسمعها أربعون وأن تكون كلها في وقت الظهر
Syarat sah khutbah
jum’at ada sepuluh, yaitu:
1. Bersih dari hadats kecil (seperti kencing) dan besar seperti junub.
2. Pakaian, badan dan tempat bersih dari segala najis.
3. Menutup aurat.
4. Khutbah disampaikan dengan berdiri bagi yang mampu.
5. Kedua khutbah dipisahkan dengan duduk ringan seperti tuma’ninah dalam shalat
ditambah beberapa detik.
6. Kedua khutbah dilaksanakan dengan berurutan (tidak diselangi dengan kegiatan
yang lain, kecuali duduk).
7. Khutbah dan sholat Jum’at dilaksanakan secara berurutan.
8. Kedua khutbah disampaikan dengan bahasa Arab.
9. Khutbah Jum’at didengarkan oleh 40 laki-laki merdeka, balig serta penduduk
asli daerah tersebut.
10. Khutbah Jum’at dilaksanakan dalam waktu Dzuhur
۞ Kewajiban
Pada Jenazah ۞
FASLUN. AL-LADZI
YALZAMU LIL-MAYYITI ARBA’U KHISHALIN. GHOSLUHU, WA TAKFINUHU, WA AS-SHOLATU
‘ALAIHI WA DAFNIHI.
Kewajiban pada
jenazah. Pertama: Kewajiban muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada
empat perkara, yaitu:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan .
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Kewajiban bagi orang yang hidup atas mayat ada empat. Pertama, memandikannya.
Atau gantinya mandi, seperti tayammum jika mayat tidak dapat dimandukan dengan
air, semisal mayat yang gosong terbakar api dengan sekiranya jika dimandikan
maka akan rapuh dan hancur. Kecuali orang yang telah mati syahid. Sebab orang
yang mati syahid haram dimandikan dan wajib dishalati.
Kedua, mengkafaninya setelah selesai memandikannya atau setelah
men-tayamumi-nya.
Ketiga, menshalati setelah dimandikan dan dikafani secara sempurna.
Keempat, menguburkannya. Bagi mayat yang mati syahid disunnahkan dikuburkan
berikut pakean-pakeannya yang menempel di badan. Sedangkan mayat orang
kafir—baik dzimmi (kafir yang berdamai dengan umat Islam) atau harby (kafir
yang memerangi umat Islam)—tidak wajib dimandikan, tapi boleh dimadikan secara
mutlak. Diharamkan untuk dishalati.
۞ Memandikan
Jenazah ۞
FASLUN. AQALLUL-GHUSLI
TA’MIMU BADANIHI BIL-MA’I, WA AKMALUHU AN YAGHSILA SAU’ATAYHI, WA AN YAGHSILA
AL-QADZRA MIN ANFIHI, WA ANYUDHIUHU, WA AN YUDLIKA BADANAHU BIL-SADRI, WA AN
YUSHIBA AL-MA’A ‘ALAIHI TSALATSAN.
Cara memandikan
seorang muslim yang meninggal dunia:
Minimal (paling
sedikit): membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan
membasuh qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran,
mewudhukannya, memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan
menyiramnya tiga (3) kali.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Menjelaskan cara memandikan mayat.
Paling minimal memandikan mayat adalah dengan mengguyurkan air dengan secara
merata pada sekujur tubuh mayit. Akan tetapi jika targetnya adalah memandikan
mayat yang baik adalah dengan sekiranya dapat membersihkannya. Jika satu kali
basuhan atau siraman belum juga dapat membersihkannya, maka harus disusul
dengan siraman kedua, dan siraman berikutnya dan seterusnya.
Memandikan mayat yang paling sempurna adalah dengan cara membasuh kedua alat
kelamin mayit, menghilangkan kotoran yang ada di dalam hidung mayat,
mewudhulinya, menggosok sekujur tubuhnya dengan daun widara atau dengan sabun,
membasuh dengan air tiga kali basuhan.
۞ Mengkafani
Jenazah ۞
FASLUN. AQOLLUL-KAFANI
TSAUBUN YU’UMMUHU, WA AKMALUHU LIR-ROJULI TSALATSU LAFAIFA, WA LIL-MAR’ATI
QOMISHUN WA KHIMARUN WA IZARUN WA LAFAFATANI.
Cara mengkafani:
Minimal: dengan
sehelai kain yang menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi
laki-laki: menutup seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk
wanita yaitu dengan baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Batasan mengkafani mayit.
Batas minimal mengkafani mayit adalah baju atau pakean yang dapat menutupi
sekujur tubuh mayit. Artinya baju yang dapat menutupi sekujur tubuh kecuali
kepalanya mayit.
Batas maksimal dan yang paling sempurna kafan bagi mayat laki-laki adalah tiga
lapis kain yang dapat menutup sekujur tubuhnya. Sementara kafan yang paling
sempurna bagi mayat perempuan adalah baju gamis, baju kurung, kain jarik
(nyamping atau izar) dan dua lapis kain.
۞ Rukun
Shalat Jenazah ۞
FASLUN. ARKANU
SHALATIL-JANAZATI SAB’ATHUN. AL-AWWALU AN-NIYATU. ATSANI ARBA’U TAKBIRATIN.
AT-TSALITSU AL-QIYAMU ‘ALAL-QODHIR. AR-ROBI’U QIRO’ATUL-FATIHAH. AL-KHOMISU
AS-SHOLATU ‘ALAN-NABIYYI BA’DA AT-TSANIYYAH. AS-SADISU AD-DU’AU LIL-MAYYITI
BA’DA AT-TSALITSAH. AS-SABI’U AS-SALAMU.
Rukun shalat jenazah
ada tujuh (7), yaitu:
1. Niat.
2. Empat kali takbir.
3. Berdiri bagi orang yang mampu.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Membaca shalawat atas Nabi SAW sesudah takbir yang kedua.
6. Do’a untuk si mayat sesudah takbir yang ketiga.
7. Salam.
Syarh atau Penjelasan
Kitab Safinah an-Najah
Rukun shalat janazah.
Ada tujuh (7) rukun shalat janazah. Pertama, niat shalat janazah. Kedua, empat
kali takbir. Ketiga, berdiri bagi orang yang mampu. Jika tidak mampu berdiri,
cukup dengan duduk. Keempat, membaca al-fatihah setelah takbir yang pertama.
Kelima, membaca shalawat pada Nabi setelah tabir kedua. Keenam, do’a bagi mayit
setelah takbir yang ketiga. Doa-doa yang berkaitan dengan ritual janazah
sebagaimana disebutkan di bawah ini;
DOA KETIKA MEMEJAMKAN MATA MAYAT
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِفُلاَنٍ وَارْفَعْ
دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّيْنَ، وَاخْلُفْهُ فِيْ عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِيْنَ،
وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، وَافْسَحْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ
وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ
“Ya Allah! Ampunilah si Fulan angkatlah
derajatnya bersama orang-orang yg mendapat petunjuk berilah
penggantinya bagi orang-orang yg ditinggalkan sesudahnya. Dan ampunilah kami
dan dia wahai Tuhan seru sekalian alam. Lebarkan kuburannya dan berilah
penerangan di dalamnya.”
DOA DALAM SHALAT
JENAZAH
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ
وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ،
وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا
كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا
خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ
زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ (وَعَذَابِ
النَّارِ)
“Ya Allah! Ampunilah dia berilah rahmat kepadanya selamatkanlah dia maafkanlah
dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia luaskan kuburannya mandikan dia dgn
air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana Engkau
membersihkan baju yg putih dari kotoran berilahrumah yg lbh baik dari
rumahnya berilah keluarga yg lbh baik daripada keluarganya istri yg lbh baik
daripada istrinya dan masukkan dia ke Surga jagalah dia dari siksa kubur dan
Neraka.”
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا
وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا
وَأُنْثَانَا. اَللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى
اْلإِسْلاَمِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اْلإِيْمَانِ،
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ
“Ya Allah! Ampunilah kepada orang yg hidup di antara kami dan yg mati orang yg
hadir di antara kami dan yg tidak hadir laki-laki maupun perempuan. Ya Allah!
Orang yg Engkau hidupkan di antara kami hidupkan dgn memegang ajaran Islam dan
orang yg Engkau matikan di antara kami maka matikan dgn memegang keimanan. Ya
Allah! Jangan menghalangi kami utk tidak memperoleh pahalanya dan jangan
sesatkan kami sepeninggalnya.”
اَللَّهُمَّ إِنَّ فُلاَنَ بْنَ فُلاَنٍ
فِيْ ذِمَّتِكَ، وَحَبْلِ جِوَارِكَ، فَقِهِ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ
النَّارِ، وَأَنْتَ أَهْلُ الْوَفَاءِ وَالْحَقِّ. فَاغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ
إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
“Ya Allah! Sesungguhnya Fulan bin Fulan dalam tanggunganMu
dan tali perlindunganMu. Peliharalah dia dari fitnah kubur dan siksa Neraka.
Engkau adl Maha Setia dan Maha Benar. Ampunilah dan belas kasihanilah dia.
Sesungguhnya Engkau Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Penyayang.”
اَللَّهُمَّ عَبْدُكَ وَابْنُ أَمْتِكَ
احْتَاجَ إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ، إِنْ كَانَ
مُحْسِنًا فَزِدْ فِيْ حَسَنَاتِهِ، وَإِنْ كَانَ مُسِيْئًا فَتَجَاوَزْ عَنْهُ.
Ya Allah ini hambaMu anak hambaMu perempuan membutuhkan rahmatMu sedang Engkau
tidak membutuhkan utk menyiksanya jika ia berbuat baik tambahkanlah dalam
amalan baiknya dan jika dia orang yg salah lewatkanlah dari kesalahan-nya.
DOA UNTUK MAYAT ANAK
KECIL
اَللَّهُمَّ أَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ
الْقَبْرِ.
Ya Allah lindungilah dia dari siksa kubur.
Apabila membaca doa berikut maka itu lbh baik:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا وَذُخْرًا
لِوَالِدَيْهِ، وَشَفِيْعًا مُجَابًا. اَللَّهُمَّ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا
وَأَعْظِمْ بِهِ أُجُوْرَهُمَا، وَأَلْحِقْهُ بِصَالِحِ الْمُؤْمِنِيْنَ،
وَاجْعَلْهُ فِيْ كَفَالَةِ إِبْرَاهِيْمَ، وَقِهِ بِرَحْمَتِكَ عَذَابَ
الْجَحِيْمِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ
أَهْلِهِ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَسْلاَفِنَا، وَأَفْرَاطِنَا وَمَنْ سَبَقَنَا
بِاْلإِيْمَانِ
.“Ya Allah! Jadikanlah kematian anak ini sebagai pahala pendahulu dan simpanan
bagi kedua orang tuanya dan pemberi syafaat yg dikabulkan doanya. Ya Allah!
Dengan musibah ini beratkanlah timbangan perbuatan mereka dan berilah pahala yg
agung. Anak ini kumpulkan dgn orang-orang yg shalih dan jadikanlah dia
dipelihara oleh Nabi Ibrahim. Peliharalah dia dgn rahmatMu dari siksaan Neraka
Jahim. Berilah rumah yg lbh baik dari rumahnya berilah keluarga {di
Surga} yg lbh baik daripada keluarganya . Ya Allah ampunilah
pendahulu-pendahulu kami anak-anak kami dan orang-orang yg mendahului kami
dalam keimanan”
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لَنَا فَرَطًا
وَسَلَفًا وَأَجْرًا
“Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik
serta pahala buat kami.”
DOA UNTUK BELASUNGKAWA
إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ، وَلَهُ مَا
أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى .. فَلْتَصْبِرْ
وَلْتَحْتَسِبْ.
Sesungguhnya hak Allah adl mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu.
Segala sesuatu yg di sisi-Nya dibatasi dgn ajal yg ditentukan. Oleh krn itu
bersabarlah dan carilah ridha Allah.”
وَإِنْ قَالَ: أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ،
وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ. فَحَسَنٌ.
Apabila seseorang berkata: “Semoga Allah memperbesar pahalamu dan memperbagus
dalam menghiburmu dan semoga diampuni mayatmu” adalah suatu perkataan yg baik.
BACAAN KETIKA
MEMASUKKAN MAYAT KE LIANG KUBUR
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُوْلِ
اللهِ
Bismillaahi wa ‘alaa sunnati Rasulillaah. artinya Dengan nama Allah dan di atas
petunjuk Rasulullah.
DOA SETELAH MAYAT DIMAKAMKAN
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اَللَّهُمَّ
ثَبِّتْهُ
Ya Allah ampunilah dia ya Allah teguhkanlah dia.
DOA ZIARAH KUBUR
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ
(وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ) أَسْأَلُ
اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Semoga kesejahteraan untukmu wahai penduduk kampung dari orang-orang mukmin dan
muslim. Sesungguhnya kami –insya Allah- akan menyusulkan kami mohon kepada
Allah utk kami dan kamu agar diberi keselamatan.
Ketujuh, membaca salam.
۞ Mengubur
Jenazah ۞
FASLUN. AQOLLU
AD-DAFNI HAFROTUN TAKTUMU ROIHATUHU WA TAHRISUHU MIN AS-SIBA’I. WA AKMALUHU
QOMATUN WA BASTHATUN, WA YUDHA’U KHODDAHU ‘ALA AT-TUROB, WA YAJIBU TAUJIHUHU
ILA AL-QIBLAT.
Sekurang-kurang
menanam (mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan
menjaganya dari binatang buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan
luasnya, serta diletakkan pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke
arah qiblat.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Penguburan Janazah.
Batas minimal liang lahat bagi kuburan janazah adalah lubang yang dapat menyimpan
dan meredam bau busuk mayat dan menjaganya dari hewan atau binatang buas.
Artinya liang lahat yang dapat menyimpan bau busuk mayat dengan sekiranya bau
busuknya tidak sampai keluar dari lubang dan terbawa oleh angin menyebar ke
seluruh sekitar lingkungannya yang dapat menyebabkan polusi udara. Dan lubang
tersebut juga dapat menyimpannya sekiranya tidak dapat dibongkar dan dibuka
oleh binatang buas yang akan memangsannya.
Sedangkan batas maksimal liang lahat bagi jenazah adalah kedalamannya sedalam
dan sepanjang orang yang sedang berdiri sambil mengangkatkan tangannya, pipi
janazah sebelah kanan diletakkan di atas tanah, dan wajib menghadapkan janazah
ke arah kiblat