BAB I
SOMBONG
A. Pengertian
Sombong adalah sifat manusia yag menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain, dan ini adalah salah satu dari bencana yang disebut ujub. Saat manusia mengungkapkan atau mengekspresikan perasaan ujubnya, maka ini disebut sombong atau angkuh.
[1]
Sebagaimana hal ini Allah jelaskan dalam Al-Qur’an surat an Najm ayat 32: Allah berfirman,”janganlah menganggap diri kalian itu suci. Allah lebih mengetahui orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.”( Q.S.an Najm:32)
Dalam hal yang sama Rasulullah Saw. Juga memberikan gambaran tentang sifat ini yang lebih buruk dari orang beriman yang melakukan dosa:
Rasullah saw. Bersabda,” Allah mengetahui bahwa dosa adalah lebih baik bagi orang beriman dibandingkan dengan keangkuhan diri. Kalau tidak, Allah tidak akan pernah membiarkan orang-orang beriman untuk melaksanakan dosa-dosa.
Salah satu contoh penting tentang sombong ini adalah cerita yang disampaikan Qur’an tentang betapa sombong dan angkuhnya iblis di hadapan Allah Swt. Disaat ia enggan sujud kepada adam atas perintah Allah Swt. Hal ini disebabkan karena iblis menganggap bahwa ia lebih sempurna dari manusia yang diciptakan dari tanah sedang ia dari api, sikap sombong dan angkuh inilah yang membuatnya harus dilaknat Tuhan dan merugi, padahal iblis sebelumnya adalah makhluk yang paling taqwa, dan tidak pernah sekalipun sebelumnya membangkang terhadap Tuhannya. Lalu pertanyaanya seberapa berbahayakah sifat ini, sehingga keshalehan yang ditunjukan oleh iblis terhadap Tuhannya harus lenyap seketika tak berbekas, ketika ia mengedepankan kesombongannya?
Dalam sebuah ceritra dikatakan “iblis terkutuk berkata kepada bala tentaranya, seandainya aku hanya berhasil menjerat keturunan Adam dengan tiga hal ini, maka aku tidak akan peduli apa pun yang mereka lakukan setelah itu, sebab amalan-amalannya tidak akan diterima, yaitu: menganggap amalan-amalanya sangat banyak, mengabaikan dosa-dosanya, dan keangkuhan mengendalikannya”.
[2]
Banyak sudah buku-buku atau kitab-kitab akhlak yang membahas tentang penyakit ini yang telah ditulis oleh para arif baik dari kalangan ulama maupun cendikiawan muslim. Banyak juga penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan mengenai hal ini, baik itu berupa dampak atau hal-hal lain yang memberikan pengaruh negatif bagi hidup manusia yang ditimbulkan dari sifat ini. Namun kenapa manusia masih sering secara sadar atau tidak sadar masuk ke dalam pengaruh atau praktek seperti ini, ada beberapa hal dan faktor yang menyebabkan sifat ini merasuki jiwa manusia, yang penulis bahas dalam pembahasan berikutnya.
B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kesombongan:
1. Ilmu dan hikmah
Ilmu dan hikmah bisa menjadi sumber kesombongan, dimana seorang manusia membayangkan dirinya lebih besar dan lebih mulia daripada orang lain bahkan terhadap Tuhan sekalipun. Ini terjadi karena seseorang belum memperbaiki dirinya. Sebaliknya, jika seseorang mempertimbangkan dimensi-dimensi rohani, semakin ilmunya meningkat, dia semakin membayangkan dirinya rendah dan menganggap orang lain lebih baik daripada dirinya.
Ilmu adalah cahaya yang dapat menyinari jiwa manusia yang mengamalkannya dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. Namun Ilmu pada kala yang lain bisa menjadi kegelapan yang menyelimuti jiwa manusia karena ilmu yang dimilikinya hanya sebatas pada pengetahuan aqliyah saja yang menumbuh kembangkan kualitas intelektualitasnya, namun tak sedikitpun ilmu itu ia gunakan untuk menempa diri, dan menjadi penuntunnya dalam berprilaku.
Penomena-penomena ini sering kita temui di kehidupan kita, banyak dari kita yang mengeyam pendidikan dengan pengetahuan yang dimiliki justru terkadang malah merasa paling tahu dari yang lain, sehingga merasa enggan disalahkan atau dikoreksi orang lain jika salah, terlebih jika yang mengoreksi itu pendidikannya dibawah kita. Atau terkadang banyak dari kalangan yang dianggap orang yang berpendidikan dengan berbagai macam gelar kebesaran akademisnya, merasa paling hebat sehingga enggan berkumpul atau berbagi ilmu dengan yang lain karena merasa tak layak bersanding dengan orang-orang seperti itu.
Kita bisa lihat betapa banyak orang-orang yang seperti dalam kehidupan kita, mereka merasa merekalah orang yang paling berpendidikan dan paling mengetahui, dengan jalan yang pongah dan congkah mereka berkeliling di bumi ini, merasa bahwa merekalah yang paling hebat dan pintar, sehingga pendapat orang lain menjadi tak perlu baginya karena rendahnya ilmu yang dimilki oleh selainnya dan sikap sombong inilah yang menimbulkan sikap egoisme pada nantinya.
Sebagimana imam Khomeini mengatakan bahwa ilmu bagi pelajar bisa menjadi penghalang besar bagi seorang pelajar, “Salah satu tabir besar adalah tabir egoisme, di mana seorang pelajar karena tabir ini akan merasa dirinya cukup dan tidak butuh apa pun. Ini merupakan ciri setan yang paling jelas, di mana ia selalu menonjolkan kesempurnaan khayalinya di depan manusia, dan mencoba meyakinkan manusia akan hal itu. Setan itu selalu menutup mata dari apa-apa yang ada di balik semua yang ia miliki”
[3]
2. Ibadah
Ibadah terkadang menjadi sebab kesombongan ketika manusia melihat bahwa dia adalah orang-orang yang yang senang beribadah dan taat, dan orang lain tidak seperti itu. Akibatnya, kesombongan terbentuk dalam dirinya.
Penulis menlihat bahwa salah satu phenomena yang menarik yang terjadi saat ini adalah banyaknya “ulama-ulama” yang berdakwah di masyarakat, baik itu di telivisi maupun itu dilakukan melalui mimbar-mimbar terbuka, dengan pemasangan poster-poster mulai dari yang berukuran sedang sampai yang berukuran besar, untuk menarik perhatian massa. Yang menjadi pertanyaan penulis adalah, apakah phenomena ini benar-benar suatu yang positi dalam perkembangan islam, ataukah justru sebaliknya, menjadi awal dari kehancuran nilai-nilai ibadah beragama kita?
Tentu pertanyaan ini penulis tidak bisa langsung menjawabnya. Jika kita melihat secara sepintas maka phenomena yang terjadi itu terlihat sebagai suatu kemajuan dalam bidang dakwah bagi umat islam, tapi di sisi lain, semakin banyak pendakwah justru kejahatan atas dasar agama di sekitar kita juga tidak semakin sedikit, justru bertambah. Apa yang salah? Secara kuantitas memang tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan dakwah akhir-akhir ini semakin ramai, jumlah para da’i pun semakin besar jumlahnya. Banyak juga dari mereka sering muncul media massa, seperti di stasiun-stasiun televisi.
Tapi kemunculan ini tak memberikan dampak positif yang begitu signifikan terhadap perubahan bagi kualitas prilaku masyarakat kita (ummat). Penulis melihat bahwa persoaalan ini terjadi karena antara apa yang disampaikan oleh kebanyakan para pendakwah disebabkan tidak adanya kesuaian antara perilaku mereka dengan apa yang disampaikan. Banyak dari mereka hanya menjadikan dakwah hanya sebagai propesi untuk meraih materi, sehingga banyak contoh-contoh hidup yang buruk yang dipertontonkan mereka di depan khalyak banyak, dengan berprilaku arogan, sombong serta angkuh karena merasa paling ‘alim.
3. Nasab.
Penyebab kesombongan seseorang terkadang memperlihatkan kesombongan karena nasabnya, akan tetapi dia melupakan fakta bahwa garis keluarga tidak akan memberi manfaat kepada dirinya. Sebagai contoh ada sebuah kisah yang menceritakan tentang kesombongan seseorang dengan nasabnya. Pada suatu hari, seseorang datang kepada Rasulullah saw. Dan menceritakan sembilan nama bapak dan kakek-kakeknya dengan gaya yang membangga-banggakan. Nabi saw berkata, tidaklah engkau tahu bahwa yang kesepuluh dari mereka adalah engkau sendiri, dan akan berada di neraka ?.
[4]
Selain itu di dalam Al-Quran surat al-hujurat ayat 13 yang artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal . sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.(Q.S. al-hujurat [49]: 13).
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah untuk saling mengenal, dan bangsa serta suku tidak membawa perbedaan apa pun bagi manusia. Jadi konyol orang yang menganggap bahwa Tuhan akan memasukan mereka yang bernasab darah biru ke dalam surge hanya karena keturunan.
4. Kekuatan dan keberanian
Penyebab kesombongan seseorang juga adalah kekuatan dan keberanian. Padahal ada yang harus kita ketahui. Pertama, kita harus tahu bahwa jika kemuliaan ditentukan oleh kekuatan, maka sebagian dari binatang mungkin lebih mulia daripada kita. Kedua, manusia, dalam menghadapi penyakit, sangatlah lemah. Sehingga sebagaimana kita ketahui, hanya karena demam manusia bisa saja menggigil.
Allah-lah yang memberikan kita kekuatan sebagaimana dalam firman Allah dalam surat Ar-rum ayat 54 yang artinya:
“ Allah, Dialah Yang menciptakan Kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali ) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Megetahui Lagi Maha Kuasa.”(Q.S.ar Rum[30]:54)
5. Kekuasaan
Kesombongan bisa timbul karena kekuasaan yang dimiliki seseorang. Jika demikian kita seharusnya kita mengetahui bahwa semua itu bukan bagian dari manusia, juga tidak ada kelanggengannya bagi kita. Betapa banyak orang yang bangun di pagi hari tapi tidak dapat menjaga kerajaan mereka di malam harinya, atau tidak dapat mempertahankan kekuasaanya sampai pagi hari berikutnya.
C. Akibat yang ditimbulkan dari sifat sombong
- Manakala manusia membayangkan dirinya lebih tinggi daripada orang lain, dia jauh dari mencapai ilmu dan kebijaksanaan, serta tersungkur dalam jurang kebodohan majemuk. Dan, karena dia tidak siap untuk berkonsultasi dengan orang lain, walau dari sudut pandang duniawi, dia kerap dibebani banyak kerugian. Orang-orang sombong bisa sampai kehilangan kerajaan dan keluarganya.
- Kesombongan membuat manusia rendah dalam pandangan Tuhan dan makhluk-Nya. Nabi saw. Diriwayatkan telah bersabda, “orang yang paling dibenci adalah orang yang sombong.” Juga diriwayatkan, “orang yang sombong direndahkan oleh Tuhan.”
kesombongan merupakan sebab-sebab lahirnya kebencian dan penghinaan manusia.selain itu, dapat mengalihkan pandangan mata seseorang dari perhatiannya terhadap kekurangan-kekurangannya sendiri. Orang yang sombong melupakan dosa-dosanya dan mengakibatkan beberapa kerugian bagi dirinya, karena melupakan dosa yang membuat seseorang berhenti untuk bertaubat kepada Allah dan mengundang kemurkaanNya
D. Langkah-langkah menghindarinya
- Penting bagi yang memiliki sifat sombong untuk menyadari bahwa seluruh kualitas baik yang ada pada dirinya, merupakan anugerah Allah Swt. Karenanya, ia seharusnya menunjukan perasaan syukur atas anugerah itu dan tidak sombong.
- Seseorang harus berfikir siapakah dia dulu, siapakah dia sekarang, dan siapakah dia kelak. Keadaan yang pertama dan yang terakhir sudah jelas. Dia, pada kenyataanya, bukan pemilik dirinya. Apakah patut dia sombong ? dia harus merenungkan lebih dalam tentang ini.
- Dia harus mengkaji lebih teliti ayat-ayat dan hadist-hadist yang mengutuk sifat buruk ini dan senantiasa mengingat hal itu.
- Dia harus terus mengingat bahayanya, agar penyakit itu hilang sepenuhnya.
- Dia harus benar-benar memeranginya dengan bersemangat dan berusaha menghancurkannya. Dan untuk itu, dia harus melakukan hal yang tidak menyenangkan hatinya.
BAB II
RIYA’
A. Pengertian
Riya’ merupakan suatu jenis penyakit hati yang sangat berbahaya karena bersifat lembut (samar-samar) tapi berdampak luar biasa. Bersifat lembut karena masuk dalam hati secara halus sehingga kebanyakan orang tak merasa kalau telah terserang penyakit ini. Dan berdampak luar biasa, karena bila suatu amalan dijangkiti penyakit riya’ maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala dan pelakunya mendapat ancaman keras dari Allah subhanahu wata’ala.
Kata riya berasal dari kata ruyat yang bermakna menunjukan atau memperlihatkan suatu perbuatan Secara bahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia, yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT.
B. Faktor-faktor yang menyebabkan riya.
1) Tidak mengenal wujud suci Allah. Bila seseorang mengenal Tuhan semesta alam dan memahami bahwa tidak ada sesuatu pun melainkan Dia saja yang berkuasa di alam semesta, dia tidak akan pernah menaruh harapan apa pun selain Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini telah dijelaskan pada kita dalam hadist
Imam Ali mengatakan,”Tidak ada orang yang telah merasakan manisnya iman sampai dia mengetahui bahwa apa pun yang telah dia peroleh tidak akan dihilangkan darinya, dan apa pun yang telah diambil kembali darinya tidak akan kembali kepadanya, dan pemberi untung dan rugi hanya Tuhan Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Mahakuasa. Sesungguhnya, (bila begitu), dia mencapai derajat dimana dia memahami bahwa dalam kosmos ini tidak terdapat apa pun selain Tuhan Yang Maha Esa, Allah Yang Mahakuasalah yang berkuasa.”
2) Kesenangan meraih kedudukan tinggi merupakan faktor pendorong riya yang sangat penting.
3) Menghindari kecaman merupakan suatu sebab yang mendorong manusia untuk pura-pura memperlihatkan amalan-amalan ibadah dan bersedekah.
4) Kerakusan merupakan faktor pendorong yang kuat yang melahirkan sifat riya. Orang seperti ini mempunyai ambisi yang sangat kuat terhadap kedudukan dan status yang menjadikan seorang manusia hipokrit (munafik). Jika orang mau sedikit saja berfikir, dia akan tahu bahwa meskipun dia menjadi pemilik seluruh dunia dari timur sampai barat, dia tidak bisa hidup di dunia ini selamanya.
Seperti dikatakan dalam ayat Al-Quran surat An-nisa ayat 142 yang artinya:
“sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan mereka tidaklah menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”(Q.S. an Nisa {4} :142)
Yang harus diperhatikan dalam ayat ini adalah bahwa kata riya dianggap menjadi salah satu dari sifat-sifat orang munafik.
Oleh karena itu, barang siapa berharap bertemu dengan Tuhannya, dia harus beramal shaleh, dan tidak menyertakan siapa pun dalam ibadah kepada Tuhannya.
5) Para penjahat berusaha untuk berpenampilan shaleh untuk menutupi (keburukan)diri mereka.
C. Akibat yang di timbulkan dari sifat Riya
Riya merupakan sifat buruk yang mengindikasikan kerendahan diri. Orang yang tidak memiliki prinsip dan orang yang menyimpang menggunakan sikap riya demi mencapai cita-cita mereka tanpa memiliki perasaan malu.
Akibat yang di timbulkan dari orang yang memilki sifat riya adalah dia melakukan dua dosa besar. Pertama, Ia nenantang Allah karena ia lebih memilih keridhaan hamba-hamba Allah dibandingkan dengan keridhaan Allah. Kedua, dia menipu manusia dengan mempraktikan sifat kemunafikan dan kepura-puraan. Orang ini pantas diberi hukuman yang sangat berat karena telah menghina Allah dan menipu Hamba-hamba Allah.
Selain itu, kesusahanlah yang akan diderita oleh orang yang riya pada akhirnya, karena ia bersikap riya untuk memperoleh sesuatu yang mustahil, yaitu kepuasan semua orang, maka ia tidak memperoleh apa pun selain kekecewaan. Karena sesungguhnya, keburukan hati sangat cepat muncul ke permukaan untuk memperlihatkan realitasnya.
D. Langkah-langkah menghindarinya
- Menantang setan dan membuatnya frustasi dengan mementahkan segala tipu daya dan bujukannya dengan menggunakan metode kepuasan diri yang logis. Karena setan menggunakan tipu dayanya untuk menggoda manusia demi mencegah mereka untuk bersedekah dan taat kepada Allah, maka manusia perlu mewaspadai tipu daya-tipu daya setan. Sebab setan selalu berusaha keras agar manusia lalai beribadah kepada Allah. Jikasetan mengalami kegagalan dalam hal ini (perangkap lalai), maka ia kan menggunakan perangkap riya. Jika ia gagal menggunakan perangkap riya, , maka ia menjelmakan dalam pikiran-pikiran manusia ide agar mereka bersikap riya dan agar seluruh perbuatan manusia bercampur dengan sikap riya.
- Menolak sepenuhnya inspirasi-inspirasi setani dan tidak memberi perhatian terhadap godaan-godaan dan bujukan-bujukan setan. Orang-orang yang benar-benar tulus, tentu saja, tak dapat tertipu oleh inspirasi – inspirasi buruk.
- Menghindari berbagai aspek dan sikap riya dengan menyembunyikan perbuatan-perbuatan ibadah hingga kepercayaan diri dan ketulusan diraih.
BAB III
DENGKI
A. Pengertian
Di dalam kamus
tesaurus bahasa Indonesia kata dengki disebutkan dalam persamaan makna katanya yaitu: cemburu, hasad, iri hati, keki (cak), khisit, resan, sirik, timburu (sd); benci. Sedang dalam KBBI disebutkan bahwa dengki adalah menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yg amat sangat kepada keberuntungan orang lain.
[5]Dengki dalam bahasa Indonesia bisa berarti cemburu, bisa juga berarti hasad, iri hati, dan lain sebagainya (sebagaimana yang telah disebutkan). Ketika kita mendengar kata dengki maka yang terlintas dalam benak adalah sesuatu yang buruk, atau perilaku yang tidak baik atau tidak menyenangkan.
Stigma yang muncul pertama kali terhadap “dengki” adalah sesuatu yang negatif dari suatu sifat tercela yang mungkin disimpan atau bahkan dimiliki oleh manusia, yang memilki karakter/sifat yang buruk. Di dalam buku “ringkasan” berjudul mutiara Ihya’ ulumuddin karya Imam Gazali pada “bab 25 tentang marah, dendam, dan dengki” disebutkan bahwa hasad atau dengki merupakan akibat dari perbuatan tercela yaitu dendam. Yang di mana dendam itu merupakan kelanjutan atau akibat dari marah.
Menurut Imam Al Gazali hakikat hasad atau dengki adalah membenci kenikmatan Allah yang diberikan-Nya kepada saudaranya, maka ia menginginkan kenikmatan itu hilang darinya —iri terhadap apa yang dimiliki sesamanya—. Jika ia tidak membenci hal itu bagi saudaranya, maka ia tidak menginginkan kehilangannya, tetapi menginginkannya untuk dirinya sebagaimana yang ada pada saudaranya. Hal semacam ini disebut
ghibthah.[6] Sebagaimana hadits Rasulullah menyebutkan
“Orang mukmin bersifat ghibthah dan orang munafik bersifat hasad.”[7]
Sedang menurut Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh dalam Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi hasad atau dengki adalah tidak suka melihat saudaranya mendapat kenikmatan, baik berangan-angan hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya atau tidak. Hasad merupakan akhlak yang sangat tercela. Hasad di samping wujud protes terhadap takdir, juga su’udzon kepada Alloh tatkala menganggap bahwa nikmat tersebut tidak pantas didapat saudaranya.
Antara definisi yang diberikan oleh KBBI, imam Gazhali , serta Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh semua memberikan penjelasan yang sama yang mengarah pada suatu tindakan atau sikap negatif yang tidak menyenangi atau merasa dirugikan dari sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, dan “pendengki” berkeinginan untuk menguasai apa yang dimiliki oleh orang tersebut, atau kalau tidak berkeinginan memilikinya, maka ia berusaha untuk menghilangkannya dari orang yang ia benci.
Kalau kita perhatikan pernyatan Imam Gazali tentang dengki, maka sifat dengki ini adalah akibat dari sebab sebelumnya, yaitu dendam, yang merupakan akibat dari sebab sebelumnya yaitu marah. Maka dapat kita pahami bahwa sikap dengki adalah proses yang berkesinambungan dari dua sifat tercela itu sebelumnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa hasad atau dengki adalah perasaan dimana seseorang iri hati terhadap orang lain, baik hal tersebut berhubungan dalam hal kenikmatan, anugerah, rizki, pangkat, kedudukan dan lain sebagainya.
Di jelaskan juga di dalam buku sucikan hati raih hidayah ( Al Gazali) terbitan Kalam Mulia, bahwa hasad ataupun iri hati merupakan cabang dari sifat kikir. Sedangkan sifat kikir memilki tiga macam kalimat:
- بخيل
)Bakhil), yaitu orang yang kikir terhadap harta sendiri tidak mau orang lain yang sedang dalam keadaan membutuhkan.
- شحيح
(Syahih), yaitu orang yang kikir terhadap nikmat Allah, ia berusaha agar nikmat Allah itu hanya tercurah untuknya dan bukan untuk orang lain, maka ia sangat benci atau iri hati jika ada orang lain yang menerima nikmat Allah.
- حسود
(Hasud), yaitu orang yang iri hati terhadap kedudukan, pangkat, atau jabatan orang lain yang lebih terhormat darinya di masyarakat, ia akan merasa senang jika nikmat yang ada pada orang tersebut hilang meski ia tak memperoleh manfaat dari kehasudannya itu. Dan hasud ini adalah puncak kedengkian dari segala bentuk kejahatan.
Dalam Islam sifat dengki adalah perbuatan yang haram dan tercela. Sebagaimana hadits Rasulullah berbunyi yang kami kutip dalam ringkasan syarah hadits Arba’in Imam Nawawi dijelaskan:
عَنْأَبِيهُرَيْرَةَرَضِيَاللهُعَنْهُقَالَ : قَالَرَسُوْلُاللهِصلىاللهعليهوسلم : لاَتَحَاسَدُواوَلاَتَنَاجَشُواوَلاَتَبَاغَضُواوَلاَتَدَابَرُواوَلاَيَبِعْبَعْضُكُمْعَلَىبَيْعِبَعْضٍوَكُوْنُواعِبَادَاللهِإِخْوَاناً. الْمُسْلِمُأَخُوالْمُسْلِمِلاَيَظْلِمُهُوَلاَيَخْذُلُهُوَلاَيَكْذِبُهُوَلاَيَحْقِرُهُ. التَّقْوَىهَهُنَا –وَيُشِيْرُإِلَىصَدْرِهِثَلاَثَمَرَّاتٍ – بِحَسَبِامْرِئٍمِنَالشَّرِّأَنْيَحْقِرَأَخَاهُالْمُسْلِمَ،كُلُّالْمُسْلِمِعَلَىالْمُسْلِمِحَرَامٌدَمُهُوَمَالُهُوَعِرْضُهُ [رواه مسلم
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya dan kehormatannya “ (Riwayat Muslim).
[8]
Dalam Hadits ini dijelaskan oleh Ibnu Daqiqil ‘Ied (yang ia juga menyarahi hadist ini), dijelaskan bahwa kalimat “janganlah saling mendengki” adalah seseorang hendaklah jangan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain. Dalam hal ini Ibnu Daqiqil ‘Ied menyebutnya sebagai haram. Pada Hadits lain —yang juga dikutip dalam kitab yang sama—disebutkan:“Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, karena dengki itu memakan segala kebaikan seperti api memakan kayu”.
[9] Sedangkan iri hati menurutnya ialah tidak ingin orang lain mendapatkan nikmat, tetapi ada maksud untuk menghilangkannya. Terkadang kata denngki juga dipakai dengan arti iri hati, karena kedua kata ini memang pengertiannya hampir sama, seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sebuah Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud :“Tidaklah boleh ada dengki kecuali dalam dua perkara”.[10]Dengki yang dimaksud dalam Hadits ini adalah iri hati.
B. Sebab-Sebab Dengki
Banyak faktor atau sebab yang merupakan asal dari munculnya hasad, sebagiaman Imam Gazhali menyebut bahwa sifat hasad berasal dari dendam dan dendam itu berasal dari marah. Sedang Ayatullah Khomeini dalam bukunya 40 hadits (edisi Indonesia) menjelaskan bahwa hasad merupakan sifat buruk yang sebagian besar berasal dari rasa rendah diri (minder). Ini sama halnya dengan sikap atau sifat takabbur yang berasal dari rasa tinggi diri.
Hal itu terjadi ketika ia memiliki kesempurnaan yang orang lain tak memilikinya, maka di dalam dirinya sifat merasa tinggi, kuasa, agung, dan mulia pada dirinya itu muncul maka ia bertakabbur. Ini pula kebalikannya dari sikap hasad, yaitu ketika ia mendapati ada kesempurnaan pada orang lain, maka ia merasa rendah diri, dan putus asa. Imam Khomeini menjelaskan akan hal ini, kalau bukan karena faktor-faktor eksternal dan kelayakan psikis pada orang yang memiliki kesempurnaan itu, akan timbul perasaan dengki dalam hati orang yang melihatnya dan biasanya ia akan merasa kesal terhadap kelebihan orang laim. Maka Imam Khomeini menyebutkan bahwa dengki juga bisa disebut sebagai kekerdilan jiwa dan kerendahan diri yang terwujud dalam bentuk keinginan akan musnahnya atau hilangnya kelebihan atau keberuntungan rang lain.
‘Allamah Al-Majlisi —dijelaskan dalam bukunya 40 hadits Imam Khomeini— membatasi sebab-sebab dengki pada tujuh hal, yaitu:
- Rasa permusuhan
- Perasaan akan kelebihan diri sendiri: Bisa jadi orang yang dengki dapat merasakan kebanggaan dari orang yang menjadi sasaran dengki itu karena kelebihan dan keberuntungan yang ia miliki. Karena tidak tahan melihat kebanggaan itu, ia selalu menginginkan hilangnya kelebihan dan keberuntungan itu.
- Takabur (kesombongan): Orang yang dengki bersikap angkuh terhadap orang yang dianugerahi kelebihan atau karunia tertentu.
- Ujub: Orang yang dengki merasa heran melihat karunia besar yang dimiliki orang yang menjadi sasaran kedengkiannya. Allah Swt. mengisahkan bangsa-bangsa terdahulu ketika mereka berkata kepada para nabi: Engkau tidak lain adalah manusia seperti kami. (QS. Ibrahimi [14]: 10)
Dan mereka berkata, “Akankah kami beriman kepada dua manusia seperti kami?” (QS. Al-Mu’minun [23]: 47)
Mereka heran bagaimana seorang manusia seperti mereka dapat meraih kedudukan yang tinggi kenabian dan diberi wahyu oleh Allah. Keheranan itu membawa mereka untuk merasa dengki kepadanya
- Takut: Orang yang dengki merasa khawatir akan adanya gangguan tertentu dari pihak orang yang memiliki kelebihan dan keberuntungan. Ia takut semua itu dapat menghalangi tujuan dan sasaran yang ingin dicapainya.
- Cinta kekuasan: Hal ini menjadi sebab dengki ketika dipegang atau dipertahankannya kekuasaan atas orang lain menghendaki agar tidak seorang pun memiliki kelebihan atau keberuntungan yang ia miliki.
- Watak jahat: Orang yang berwatak jahat tidak suka melihat orang lain memiliki kebaikan apapun.[11]
Sedang dalam penjelasan lain dalam buku Sayyid Mahdi as Sadr menyebut bahwa factor-faktor pendorong kedengkian adalah: kebencian, rasa permusuhan, persaingan, egoisme, dan menganggap rendah (orang lain).
C. Dampak-Dampak Kedengkian
Hasad adalah salah satu penyakit hati yang merusak. Banyak, penyakit hati lain yang timbul dari hal ini. Seperti takabbur, serta rusaknya amal perbuatan seorang. Dampak dari hasad ini merupakan petaka dan sebab yang efektif untuk menghancurkan manusia.
Orang yang dengki merasa tidak rela kepada Tuhan dan marah pada nasib yang ditetapkan oleh-Nya. Seorang pendengki cenderung lebih lebih mudah dijangkiti penyakit kejahatan karena disebabkan kecintaannya pada dunia, dan ini yang membedakan pendengki dengan orang yang beriman yang senantiasa tulus dan ikhlas dalam menjalani kehidupan, ia tidak mudah dikuasai oleh kecintaan pada hal-hal duniawi.
Orang dengki senantiasa hidupnya diliputi oleh ketakutan yang bersumber dari dari ketakutannya terhadap orang yang dicemburuinya. Orang dengki memiliki tampilan yang tidak menarik dan tidak enak dilihat mata, wajahnya suram, air mukanya senantiasa masam. Dengki juga dapat merusak keimanan seperti api membakar kayu. Poin penting dari dampak buruk sifat dengki adalah rusaknya keimanan manusia, karena sifat ini senantiasa merampasnya. Memang kehilangan keimanan adalah sesuatu yang abstrak dan tidak terasa secaran nyata, namun hal ini sebenarnya pun memiliki dampak secara langsung baik secara fisik dan psikis, secara fisik seorang pendengki akan terlihat tidak enak dipandang, dari wajahnya senantiasa menampakkan wajh yang muram dan masam, dari psikis, tindakan dan sikapnya terhadap orang lain itu sangat merugikan, yang itu timbul dari cara pandangnya bahwa tak ada yang lebih pantas menerima nikmat itu kecuali dia.
Keimanan adalah sumber keselamatannya diakhirat, dan di dalam kehidupan serta merupakan kekuatan bagi hatinya, dan kejahatan tersebut juga menjadikannya sebagai insan malang yang tak berdaya.
[12]
D. Obat Dengki
Imam Khomeini menjelaskan mengobati penyakit dengki itu selain dengan metode pengobatan teoritis juga dengan metode pengobatan praktis bagi kejahatan yang menurut Imam Khomeini adalah suatu kejahatan yang amat mengerikan. Diantara pengobatan atau obat praktis yang dijelaskan olehnya adalah sebagai berikut:
- Berusahalah bersungguh-sungguh untuk mengasihi orang yang engkau cemburui atau dengki. Yang tujuannya adalah untuk mengobati dirimu dari penyakit batin tersebut.
- Hormatilah orang yang engkau benci, serta paksa dirimu untuk memujinya.
- Cobalah untuk melihat kebaikan-kebaikannya dan beritahukan kepada orang lain dengan memusatkan perhatian pada sifat-sifat baiknya.
- Yakinkan dirimu dan jadikan ia mengerti bahwa ia (orang yang dibenci) adalah makhluk Allah Swt.
- Berusahalah merangsang rasa cinta dan bersahabat di dalam hatinya, ia akan berhasil karena cahaya cinta menaklukkan kegelapan rasa benci. Karena Allah Swt. berjanji akan membimbing siapa saja yang berjuang dan akan menolong mereka melalui rahmat-Nya yang tak terlihat serta memperbesar kemampuan mereka, “Sungguh, Dia maha kuasa menganugerahkan kemampuan dan petunjuk”.
Sedang Imam Al-Gazali menjelaskan untuk mengobati penyakit ini adalah dengan cara mengetahui bahwa hasad adalah berbahaya bagi kita di dunia dan di akhirat. Bahayanya di dunia, kita akan merasakan sakit karenanya. Ini yang akan menemani teman tidur kita yang tak akan berpisah siang dan malam. Sedang dalam agama, sifat ini memberikan dampak berupa bahwa hal itu merupakan kebencian terhadap nikmat Allah Swt. Diriwayatkan—yang penulis kutip dari buku Imam Gazali Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin— dari Al-Hasan meriwayatkan secara marfu’ dan mauquf bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tiga hal pada diri orang Mukmin,. Di mana ia mempunyai jalan keluar darinya. Adapun jalan keluarnya dari hasad adalah hendaknya ia tidak berbuat durhaka”.
BAB IV
PUTUS ASA
A. Pengertian
Putus asa merupakan suatu sikap pengecut dan pecundang, putus asa adalah salah satu dari sifat-sifat yang sangat dibenci Allah Swt, sifat atau sikap seperti ini merupakan sikap yang sangat merugikan bagi manusia, Putus asa sendiri memiliki pengertian habis harapan, tidak ada harapan lagi. Putus asa berarti hilang/ lenyap harapan terhadap sesuatu yang semula hendak dicapai, seorang yang memiliki sifat seperti ini akan lebih mudah dan cepat menyerah, ia akan sangat rentan terhadap sesuatu yang tidak tercapai kemudian mengeluh dan berhenti untuk melakukan sesuatu yang ia ingin capai. Kecenderungan seorang yang putus asa adalah sangat mudah menyerah dengan sedikit kesulitan yang dihadapi, ia selalu menganggap bahwa kesulitan yang ia temui adalah sesuatu yang tidak bisa ia selesaikan dengan kemampuannya.
Seseorang yang seperti ini cenderung berkepribadian mudah menyerah, malas, tidak percaya diri terhadap kemampuannya. Lalu kenapa putus asa masuk kategori sifat tercela dalam Akhlak Islam? mengapa Allah Swt. dalam firmannya sangat membenci dan melarang orang yang berputus asa? Sebagaimana dalam firmannya, “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Q.S. Yusuf 12:87)”
Allah Swt. menyebut orang yang berputus asa itu seperti orang kafir, mengapa demikian kerasnya kecaman Allah itu? apa hubungan kafir dengan putus asa? Prof. DR. Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsir al-Misbahnya, sesungguhnya orang-orang yang berputus adalah orang-orang yang mantap kekufurannya. Hal ini berarti bahwa keputusasaan itu sangat identik dengan kekufuran yang besar. Menurutnya seseorang yang kekufurannya belum mencapai peringkat itu, maka orang yang bersangkutan biasanya tidak kehilangan harapan. Namun menurutnya, bahwa sebaliknya semakin besar keimanan seseorang maka semakin besar pula harapan yang dimilikinya.
Keputusasaan hanya layak dari manusia yang durhaka, karena di dalam diri orang yang demikianlah mereka menduga bahwa kenikmatan dari Allah tidak akan kembali lagi. Padahal bahwasanya kenikmatan yang diperoleh sebelumnya adalah berkat anugerah Allah Swt juga, bahwa kita tahu dan yakin bahwa Allah Swt. adalah Zat Yang Maha Hidup dan senatiasa wujud-Nya dapat memberi dan menghadirkan kembali apa yang telah lenyap, bahkan Ia juga mampu menambah nikmat tersebut sehingga tak ada lagi ruang untuk berputus asa bagi mereka yang beriman.
Orang yang berputus asa berarti orang yang tak meyakini eksistensi Tuhan, tak meyakini eksistensinya berarti telah mengingkari wujud atau keber-ada-an Tuhan itu sendiri, yang berarti bahwa ia telah mengingkari (kufur) Tuhan itu sendiri. Begitu panjang dan berbahaya dampak dari sifat putus asa ini sehingga Allah sangat membenci dan melarang manusia untuk memelihara sikap atau sifat seperti ini.
B. Sebab-Sebab Putus Asa
Banyak faktor yang menyebabkan kenapa manusia sering berputus asa, salah satu dari sebab-sebab yang banyak itu adalah ketidak percayaan mereka terhadap kekuasan Allah Swt. yang hal itulah yang menyebabkan mereka menjadi tidak percaya diri terhadap diri mereka sendiri.
Namun selain ketidak yakinan tersebut tersebut ada faktor-faktor lain yang menyebabkan putus asa ini bisa muncul dalam kehidupan manusia.
- Mengingat-ingat musibah sampai tidak bisa melupakannya serta dan membayangkannya sampai tidak mampu menjauhkannya, hal ini juga bisa membuat seseorang menjadi putus asa, mengingat-ingat sesuatu musibah yang terjadi hilang kemudian belum juga dapat mengikhlaskannya. Seseorang yang seperti ini akan lebih mdah berputus asa. Umar ibn Khattab mengingatkan bahwa jaganlah kita mengingat-ingat sesuatu musibah yang telah terjadi secara berlebihan yang membuat kita terlena dan meneteskan air mata karena yang membuat hidup kita menjadi tidak bergairah, “janganlah kamu mencucurkan air mata karena mengingatnya”.
- Penyesalan dan berduka cita yang berlebihan sehingga dia tidak mampu mengambil pelajaran dari musibah yang dideritanya dan tidak mampu mengganti sesuatu yang telah hilang. Sikap seperti ini dapat mengingatkan manusia pada kondisi terburuknya yang menyebabkan ia sulit untuk move on dari posisi yang sulit itu. Ini akan membuatnya semakin tertekan dan bebannya secara psikis akan terus bertambah, karena ia terus menyesali dan berduka cita atas apa yang telah terjadi, namun enggan melakukan perbaikan. Dalam QS. Al-Hadid: 23 Allah menjelaskan “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (QS. Al-Hadid: 23)
- Banyak mengeluh dan tidak sabar. Sikap ini merupakan sikap cengeng yang membuat seseorang putus asa. Banyak mengeluh terhadap apa yang dimiliki dan terjadi padanya serta dibarengi dengan sikap yang tidak sabaran akan menyebabkan sesorang bersikap ceroboh dan tergesa-gesa. Apa yang ia ingin capai dilakukannya agar langsung tercapai, seseorang yang seperti ini cenderung mengharap sesuatu itu secara instan dan tak mementingkan proses, orang seperti ini cenderung egois. Hal inilah yang membuat mereka lebih mudah masuk ke jurang putus asa. Sebab tidak semua yang dilakukan pada saat itu., akan pada waktu itu pula terjadi.
C. Dampak Putus Asa
Banyak hal yang dapat ditimbulkan oleh akhlak buruk ini, putus asa yang terkesan masalah sepele namun secara hakiki adalah perbuatan yang menimbulkan suatu yang sangat buruk bagi yang memiliki sikap atau sifat ini. Dampak putus asa dapat menembus keyakinan keber-agaman, kondisi psikis, dan cara serta tata prilaku orng tersebut. Di antara bahaya putus asa antara lain penulis paparkan sebagian kecil sebagai berrikut:
1. Kufur
Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya pada pembahasan ini, bahwa putus asa dapat menyebabkan seseorang bisa menjadi kafir. Kenapa demikian karena pada dasarnya putus adalah suatu sifat yang timbul akibat tidak adanya keyakinan terhadap exsistensi Tuhan. Dengan begitu ia cenderung tidak memiliki harapan. Sebab ia tak yakin bahwa ada sumber kekuatan yang dapat membantunya dalam memecahkan masalahnya.
2. Kualitas Hidup Buruk
Salah satu dampak dari putus asa adalah kualitas hidup orang yang mempunyai penyakit ini akan menjadi sangat buruk. Banyak hal yang bisa diakibatkan oleh penyakit ini, di antaranya adalah penyakit mental atau psikis. Penyakit rohani ini dapat menyebabkan seseorang menjadi mudah stres, ini disebabkan karena tidak adanya sandaran yang kokoh untuk ia bersandar dan mencari solusi dari setiap kesulitan yang dihadapinya. Orang menjadi mudah atau rentan untuk terkena penyakit pisik seperti ini, karena orang putus asa cenderung cepat menyerah, tidak memiliki keyakinan yang tinggi terhadap sesuatu yang ingin dicapai. Oleh sebab itulah stress menjadi jawaban atas apa yang didaapatkan dari sikapnya tersebut. Pada akhirnya sikap dan perilaku orang tersebut menjadi tak tentu arah. Kematian juga bisa menjadi akibat dari stres itu sendiri yang bermula dari keputus asaan. Banyaknya peristiwa orang menjadi gila, kemudian jumlah orang yang bunuh diri semakin bertambah adalah dampak social dan psikis yang disebabkan oleh sikap hilang harapan ini.
D. Menghindari Sikap Putus Asa
Banyak hal positif yang bisa dilakukan untuk menghindari ataupun untuk mengobati penyakit hati ini, penyakit hati ini dapat menyerang siapa saja yang tak memiliki kejernihan hati, solusi terbaik untuk menhindari atau mengobati penyakit ini adalah, setiap orang berusaha untuk selalu mendidik atau mentadzkiyahjiwanya agar selalu tampil baik dalam pengertian bahwa baik di sini adalah baik secara hakiki. Di sini penulis memberikan beberapa solusi untuk menghindari penyakit hati tersebut. Meski banyak solusi yang ditawarkan oleh para arif dan ahli-ahli yang lain, namun penulis untuk memberikan analisis penulis sendiri dengan didasari pada argume dan pendapat-pendapat para ahli.
1. Beriman
Penyebab utama seorang berputus asa itu dikarenakan ia tak memiliki keyakinan terhadap kekuatan yang hakiki yang eksis di semesta raya ini. Untuk itu suatu keimanan yang kokoh tak akan mungkin menimbulkan sikap pesimis dan putus asa, sebab ia sadar secara yakin bahwa tata kelola kehidupannya senantiasa akan selalu di bantu oleh penguasa segenap alam raya ini. Maka jelas al-Qur’an mengatakan bahwa taka da keputus asaan bagi orang-orang yang beriman.
2. Bersyukur
Bersyukur adalah merupakan juga salah satu cara untuk menghindari penyakit hati putus asa ini. Bersyukur berarti menghargai setiap potensi yang menunjang kehidupan seseorang. Maka dengan rasa syukur itu ia akan dengan segala keikhlasan menerima apa yang ia miliki kemudian apa yang ia miliki ia gunakan sesuai fungsi dengan memaksimalkan penggunaannya. Bersyukur di sini bukan dalam arti menerima pemberian Tuhan dengan hanya mengucapkan kata syukur, namun tidak melakukan tindakan untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Bersyukur di sini yang penulis maksud adalah suatu rasa syukur di mana sesorang dengan tulus menerima apa yang diberikan Tuhan kepadanya, kemudian pemberian itu ia gunakan penggunaannya secara maksimal, untuk selalu memberi manfaat dan keuntungan baik baginya maupun orang lain.
3. Kesimpulan
Sombong, riya’, dengki, serta putus asa merupakan penyakit-penyakit hati yang menyerang jiwa manusia. Penyakit-penyakit ini bukanlah suatu penyakit yang dapat memberikan dampak yang buruk secara fisik, berupa kelumpuhan, kematian dan lain sebagainya yang berhubungan dengan fisik, tidak seperti itu, penyakit ini tidak sampai menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Penyakit-penyakit ini bukanlah penyakit seperti penyakit-penyakit fisik seperti kanker, jantung dll.,yang dapat di deteksi atau di observasi di laboratorium untuk mengetahui seberapa parah sudah penyakit itu menyerang fisik kita.
Penyakit hati di atas memiliki karakter yang berbeda dengan penyakit fisik yang ini berarti cara penanganannya pun harus berbeda dengan penyakit lahir atau fisik. Jika penyakit lahir bisa di observasi atau di cek ke laboratorium kemudian dokter dapat memberikan penanganan untuk mengobati penyakit itu, kemungkinan penyakit-penyakit ini akan sembuh, cukup besar, dokter bisa mengoperasi pasien apabila penyakitnya telah parah, atau hanya memberikan obat saja.
Penyakit batin tidak bisa demikian, penyakit hati perlu obat yang lebih canggih dari obat penyakit fisik, ini disebabkan penyakit hati lebih canggih dari penyakit fisik itu. Penyakit hati ini dapat menghinggap pada setiap jiwa manusia yang senantiasa tidak pernah dibersihkan. Penyakit hati ini begitu halus sehingga orang yang terjangkit terkadang sulit mendeteksi apakah ia terjangkit atau tidak bahkan laboratorium sekalipun. Namun biasanya dan ini kebanyakan terjadi dalam hidup kita, bahwa oang yang terjangkit penyakit ini, akan berprilaku tidak menyenangkan, selalu akan menggangu kenyamanan orang lain, dan terkesan individual.
Penyakit ini memiliki dampak yang lebih berbahaya dari penyakit fisik, karena penyakit hati ini adalah penyakit ruh, yang merusak sendi-sendi kehidupan, yang dampaknya bukan hanya akan merugikan diri sendiri tapi juga akan berdampak universal yang juga akan dirasakan oleh masyarakat. Secara sederhana saja, contoh sombong adalah penyakit hati yang selalu mengedapankan keakuan yang berlebihan dengan tidak peduli pada orang lain, ini akan merugikan dirinya karena bukan hanya saja secara hakiki ia telah berlaku melawan Tuhan dengan menganggap bahwa selain Tuhan boleh sesuatu yang lain menyombongkan diri. Secara sosial ia akan dikucilkan oleh lingkungan sekitar, yang menyebabkan akses kehidupannya menjadi tertutup, karena tak memiliki tempat untuk bersosialisasi sebab ditinggalkan karena sikap dan sifatnya yang arogan, padahal manusia adalah mahluk sosial yang setiap saat membutuhkan manusia lain untuk membantu kehidupannya.
Seseorang harus tetap melatih hatinya untuk selalu lurus dengan mendekatkan diri pada Tuhan yang menguasai kehidupannya, juga selalu mengoreksi diris setiap saatnya, serta seseorang itu tak boleh berhenti untuk belajar, agar senantiasa sadar bahwa pada hakekatnya manusia itu tidak ada apa-apanya jika tak belajar, untuk itu dengan belajar terus-menerus diharapkan bukan hanya pintar dari segi teori namun paham secara hakiki maksud dari apa yang ia pelajari, sehingga apa yang dipelajari akan senantiasa bisa ia terapkan dikehidupan sesuai tempatnya, atau adil. Dan dalam hidup senantiasa ia selalu menjaga hatinya dengan selalu men-tadzkiyah jiwanya sehingga semakin mendekatkan dirinya dengan Sang Khalik.
DAFTAR PUSTAKAAl-Allamah Al-Haddad, Abdullah,
Meraih Kebahagiaan Sejati, (Bandung: Al Bayan Mizan,2005)
Al-Harits, Abu Abdillah Bin Asad Al-Muhasibi,
Nasihat-Nasihat SANG SUFI, (Bandung: Pustaka Hidayah, Cet. II, 2000)
Drs. Chazawi Adami, S.H.”
Tindak Pidana Mengenai Kesopanaan”, (Persada,Jakarta, PT Grafindo ,2005).
Endarmoko, Eko.,
Tesaurus Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006)
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/09/16/maeyr4-inilah-5-penyebab-seseorang-jadi-putus-asa-1Imam Khomeini,
40 Hadits: Telaah Atas Hadits-Hadits Mistis Dan Akhlak (Bandung: Mizan, 2004)
Ismail, Anshori,
Kompilasi Hadits Arba’in Imam Nawawi (ebook), (2009)
Imam Al-Gazali,
Ringkasan mutiara Ihya’ ulumuddin(Bandung: Mizan, Bandung, cet. xv, 2003)
Imam Khomeini,
Manajemen Nafsu, ( Jakarta: Al-Huda, Cet. I, 2010)
Imam Ghazali,”
MINHAJUL ‘ABIDIN”, ( Bogor:Yayasan Islamic Center Al-Ghazaly,2000).
Imam Ghazali,”
Samudera Pemikiran Al-Ghazali”,( Yogyakarta:pustakaSufi,2002).
Imam Al-Gazali,
Sucikan Hati Raih Hidayah (Jakarta: kalam mulia, 2005)
Imam Ghazali,
Pembuka Pintu Hati,( Bandung:Publishing, 2004).
Imam Ghazali,
Ihya Ulumuddin,(Bandung:Pustaka, 2005).
Imam Ghazali,
Arba’in Al-Gahazali,40 Dasar Agama Menurut Hujjah al-Islam(Yogyakarta:Pustaka Sufi,2003).
Imam Ghazali
,”Keajaiban-Keajaiban Hati’’,( Bandung: Kharisma,2004).
Jailani, Ridha Ramadhani,
Tirani Diri, Diagnosis Dosa & Terapinya, ( Jakarta: Al-Huda, Cet.I, 2009)
KBBI ofline
Muhammad bin Zakaria Al-Razi,
Pengobatan Rohani(Jakarta: Hikmah,2002)
Sayyid Mahdi as Sadr,
Mengobati Penyakit Hati Meninggkatan Kualitas Diri,(Pustaka Zahra: Jakarta,2005)
Sultani, Reza Gulam,
Hati Yang Bersih,(Jakarta: Pustaka Zahra,2004)
Shihab, Quraish,
Tafsir Al-Misbah (volume 6 dan14),(Tangerang: Lentera Hati, Cet. III, 2005)
Muhammad Al-Ghazali,”
Sadar untuk Bersandar”,( Jakarta: Serambi,2003).
Nahrowi, Izza Rohman,
Dan Allah Maha Pengampun, ( Jakarta: Serambi, Cet. I, 2005)
Nia, Dr. Muhammad Reza Irsyadi,
Antara Filsafat & Penafsiran Teks-Teks Agama, ( Jakarta: Sadra press, Cet. I, 2012)