Perkembangan fashion pakaian sangat beragam. Berbagai gaya pakaian didesain untuk menambah keelokan paras dan menambah pesona. Pilihan busana juga kian beragam, termasuk model kerudung penutup kepala.
Dewasa ini, khususnya di Indonesia, mulai ada pembedaan istilah tentang penyebutan kerudung penutup kepala. Dua sebutan yang banyak disebut adalah hijab dan jilbab. Hijab biasa disebutkan untuk kerudung yang dihias dan dikenakan dengan variasi sedemikian rupa, sesuai selera dan kepantasan. Sedangkan jilbab, adalah kerudung pada umumnya, baik model praktis yang langsung dikenakan, kerudung paris yang jamak di kalangan ibu-ibu, sampai model terbaru yang disebut sebagai jilbab syar’i, yang panjang menjulur menutupi bagian dada, sampai menutupi bagian perut bahkan hingga lutut.
Preferensi dan kepantasan berkerudung, tentu adalah pilihan. Namun patut diketahui, bagaimana kita mendudukkan istilah penutup kepala yang ada dalam Islam?
Setidaknya masalah ini berkaitan erat dengan ayat-ayat Al Quran yang memuat dua istilah hijab dan jilbab. Utamanya terkait dengan perintah Allah kepada para istri-istri Nabi untuk tidak berinteraksi secara terbuka kepada lawan jenisnya. Hendaknya hal tersebut dilakukan di balik hijab.
Seorang sastrawan Arab bernama Ibnul Manzhur menyebutkan dalam kitabnya Lisanul Arab tentang makna hijab. Hijab bermakna As-Sitr , yang bermakna tutup. Ia bisa diartikan tirai, penghalang, dan sebagainya.
Bagaimana dengan masalah penghalang untuk lawan jenis? Hal ini terjadi pada pemaknaan surat Al-Ahzab ayat 53 yang memerintahkan istri Rasulullah untuk tidak berbicara kepada selain mahram kecuali dengan menggunakan tirai penghalang terhadap kontak langsung, atau dengan menutup wajah mereka.
... ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟۡﺘُﻤُﻮﻫُﻦَّ ﻣَﺘَٰﻌٗﺎ ﻓَﺴَۡٔﻠُﻮﻫُﻦَّ ﻣِﻦ ﻭَﺭَﺍٓﺀِ ﺣِﺠَﺎﺏٖۚ ﺫَٰﻟِﻜُﻢۡ ﺃَﻃۡﻬَﺮُ ﻟِﻘُﻠُﻮﺑِﻜُﻢۡ ﻭَﻗُﻠُﻮﺑِﻬِﻦَّۚ ...
Artinya: “...Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka...”
Ayat ini disebutkan terkait dengan masalah terkait etika ketika bersama istri-istri Nabi. Karena itu, hijab di atas ini bermakna penutup kontak langsung, bukan terkait pakaian. Sedangkan bagaimana dengan jilbab? Jilbab disebutkan sekali dalam Al-Qur’an, dalam surat Al-Ahzab ayat 59. Penyebutannya dalam bentuk plural, yaitu jalabîb .
ﻳَٰٓﺄَﻳُّﻬَﺎ ﭐﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﻗُﻞ ﻟِّﺄَﺯۡﻭَٰﺟِﻚَ ﻭَﺑَﻨَﺎﺗِﻚَ ﻭَﻧِﺴَﺎٓﺀِ ﭐﻟۡﻤُﺆۡﻣِﻨِﻴﻦَ ﻳُﺪۡﻧِﻴﻦَ ﻋَﻠَﻴۡﻬِﻦَّ ﻣِﻦ ﺟَﻠَٰﺒِﻴﺒِﻬِﻦَّۚ ﺫَٰﻟِﻚَ ﺃَﺩۡﻧَﻰٰٓ ﺃَﻥ ﻳُﻌۡﺮَﻓۡﻦَ ﻓَﻠَﺎ ﻳُﺆۡﺫَﻳۡﻦَۗ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﭐﻟﻠَّﻪُ ﻏَﻔُﻮﺭٗﺍ ﺭَّﺣِﻴﻤٗﺎ
Artinya, “Wahai Nabi, katakanlah terhadap istri-istrimu, anak-anakmu, dan istri-istri orang-orang yang beriman (agar) mereka mengulurkan jalaabib mereka. Demikian itu, supaya mereka lebih mudah dikenal dan tidak disakiti. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Imam As-Suyuthi dalam kitabnya Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul menyebutkan bahwa penyebab turunnya ayat di atas adalah suatu ketika, istri Nabi keluar karena suatu keperluan. Dahulu menggunakan kain penutup kepala belum begitu populer. Kemudian ternyata ada sekelompok orang nakal yang mengganggu mereka.
Mereka yang digoda itu mengadu ke Rasulullah. Melalui turunnya ayat ini, maka mereka diperintahkan untuk menutupi kepala hingga dada agar mudah dikenal, serta terhindar dari gangguan laki-laki yang nakal. Selain itu, perempuan yang merdeka ditandai dengan jilbab, sedangkan budak perempuan dengan kepala terbuka. Demikianlah asbabun nuzul dan konteks turunnya ayat tentang jilbab.
Maka dari paparan di atas, setidaknya dalam Islam istilah yang muncul untuk busana penutup kepala perempuan adalah jilbab dibanding hijab, meskipun dalam perkembangannya dua kata tersebut sama-sama digunakan. Jilbab digunakan dalam masalah ajaran Islam, sedangkan istilah hijab bisa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Perbedaan tersebut, asalnya bukan dibedakan berdasarkan model pakaiannya. Yang terpenting dari cara berpakaian, busana yang sopan tentu akan tampak menawan.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kesuwun pun mampir